“Selamat jumpa lagi, Pendekar 131! Bagaimana kabarmu?!” sambil berkata Ratu Pemikat terdengar tertawa bernada mengejek.
Orang yang baru disapa sesaat terdiam. Namun kejap lain orang ini telah menyahut. “Selamat jumpa lagi, Ratu…! Bagaimana kabarmu?!”
“Sudah kuduga kalau kau akan muncul malam ini! Hik…. Hik…. Hik…! Dan ini adalah babak terakhir dari peristiwa tempo hari!” ujar Ratu Pemikat tanpa berpaling lagi. Malah perempuan ini berujar seraya memandang hamparan langit yang terang benderang.
Orang yang berada di belakang Ratu Pemikat ikut-ikutan mendongak.
“Aku pun sudah menduga kalau kau akan muncul malam ini! Hik…. Hik…. Hik…! Dan ini adalah awal dari lanjutan peristiwa tempo hari!” Nada bicara dan ucapan orang ini seakan menirukan ucapan dan nada ucapan Ratu Pemikat.
Ratu Pemikat sudah hendak buka mulut lagi, namun sebelum suaranya terdengar, tiba-tiba dari arah seberang, tepatnya dari tempat Iblis Rangkap Jiwa berada terdengar teriakan keras membahana.
“Anjing buntung! Malam ini nyawamu tidak akan lolos lagi!”
Orang yang berada di belakang Ratu Pemikat arahkan pandangannya pada Iblis Rangkap Jiwa. Orang ini ternyata adalah seorang pemuda berparas tampan. Hanya saja dia tidak memiliki tangan! Pemuda ini bukan lain adalah Dewa Orok.
Kalau saat kemunculannya Ratu Pemikat sempat menyapanya dengan Pendekar 131, itu karena pada saat Ratu Pemikat dan Dewa Orok berjumpa beberapa hari yang lalu, Dewa Orok memperkenalkan diri sebagai Pendekar
131. Dewa Orok tidak menduga kalau Ratu Pemikat sebenarnya sudah mengenal betul siapa Pendekar 131.
Dan kalau Iblis Rangkap Jiwa tampak membayangkan kemarahan, ini tidak lain karena laki-laki gundul ini memang punya urusan tersendiri dengan Dewa orok. Seperti diketahui, Malaikat Penggali Kubur memerintahkan pada Iblis Rangkap Jiwa untuk membunuh Dewa Orok sebagai tebusan nyawanya. Pada satu kesempatan, Iblis Rangkap Jiwa bersama Ratu Pemikat memang berhasil melumpuhkan Dewa Orok, namun saat itu Ratu Pemikat memberi usul agar nyawa Dewa Orok diperpanjang dahulu. Lalu mereka berdua meninggalkan Dewa Orok di satu tempat sepi dalam keadaan tertotok dan tertanam setelah sebelumnya Ratu Pemikat mengambil bundaran karet yang biasa dibuat mainan Dewa Orok. Pada akhirnya Ratu Pemikat, lebih-lebih Iblis Rangkap Jiwa harus menelan kecewa, karena ternyata Dewa Orok bisa lolos. (Lebih jelasnya silakan baca serial Joko Sableng dalam episode : "Muslihat Sang Ratu”).
Meski Ratu Pemikat tampak tertawa dan Iblis Rangkap Jiwa perdengarkan bentakan keras, namun dalam dada masing-masing orang ini timbul ganjalan yang tidak enak. Ini karena baik Ratu Pemikat dan Iblis Rangkap Jiwa telah mengatakan pada Malaikat Penggali Kubur kalau Dewa Orok mereka yakini pasti sudah tewas, walau kedua orang ini tahu persis jika Dewa Orok selamat dari cengkeramannya.
Kalau Iblis Rangkap Jiwa dan Ratu Pemikat tampak memendam ganjalan tidak enak dan sama-sama berpikir apa yang harus dikatakannya nanti kalau Malaikat Penggali Kubur datang, Dewa orok sendiri sebenarnya dilanda rasa gundah. Seperti diketahui, sebelum Ratu Pemikat dan Iblis Rangkap Jiwa meninggalkannya dalam keadaan tertanam dan tertotok, Ratu Pemikat telah ambil bundaran karetnya. Malah Dewa Orok tidak tahu kalau bundaran karet itu kini telah diserahkan Ratu Pemikat pada Malaikat Penggali Kubur sebagai bukti kalau mereka telah membunuh Dewa Orok. Padahal, justru di bundaran karet mirip dot bayi itulah kekuatan Dewa Orok. Tanpa adanya bundaran karet, kekuatan Dewa Orok tidak ada apa-apanya. Dia hanya dapat kerahkan ilmu peringan tubuh tanpa bisa kerahkan tenaga dalam.
“Sebelum Malaikat Penggali Kubur muncul, lebih baik pemuda buntung itu kuselesaikan dahulu!” pikir Iblis Rangkap Jiwa. Dan sebenarnya apa yang menjadi pikiran Iblis Rangkap Jiwa, terlintas juga pada Ratu Pemikat.
Sementara itu, di atas puncak batu bercadas putih, tiba-tiba Raden Mas Antar Langit sudah lambaikan kedua tangannya pada Dewa Orok sambil berteriak.
“Hai, Sobat lama! Senang bisa jumpa lagi denganmu! Mana perempuan yang bersamamu dulu?!”
Mungkin karena tidak memiliki tangan untuk balas melambai, Dewa Orok akhirnya membuat gerakan satu kali. Wuuutt! Sosoknya melesat dua tombak ke udara. Membuat gerakan jungkir balik satu kali lalu meluncur lagi ke bawah. Ketika sosoknya kembali ke atas batu, pemuda bertangan buntung ini telah tegak dengan kedua kaki di atas dan kepala di bawah sebagai tumpuan tubuhnya!
Dewa Orok gerakkan kedua kakinya melambai-lambai. Lalu terdengar suaranya.
“Hai, Sobat lama! Gembira sekali bisa jumpa lagi dengan kalian! Perempuan tempo hari itu terpaksa kutinggal, karena terlalu cerewet! Aku ingin tanya pada kalian. Karena kulihat kalian datang lebih dahulu!”
“Silakan, silakan! Kau hendak tanya apa?!” kata Raden Mas Antar Langit.
“Ada apa sebenarnya di tempat ini?! Aku merasa indahnya suasana tidak seirama dengan pemandangan sekitar! Ada beberapa mata memandang beringas mendelik! Ada juga wajah-wajah gelisah dan tegang! Hatiku jadi ikut-ikutan berdebar!”
Raden Mas Antar Bumi yang bertelanjang dada menyahut teriakan Dewa Orok.
“Kau tak usah berdebar-debar! Ini tempat pasar jodoh! Kau boleh memilih perempuan mana yang kau suka dan cocok di hatimu! Ketegangan wajah-wajah mereka karena mereka tak sabar ingin segera dipilih!”
“Aku boleh memilih mana yang kusuka dan cocok di hatiku?!” ulang Dewa Orok. “Aku tidak mengenal mereka. Mau di antara kalian memperkenalkan mereka?!”
Raden Mas Antar Bumi arahkan telunjuknya pada Ni Luh Padmi yang tegak dan sedari tadi kancingkan mulut. Lalu orang ini mulai bersuara.
“Dia adalah seorang nenek berwajah cantik jelita dari tanah seberang. Dia dikenal dengan nama Ni Luh Padmi…. Ukuran tubuhnya akan kukatakan nanti setelah aku memperkenalkan mereka satu persatu!”
Paras muka si nenek kontan berubah. Bukan hanya karena ucapan orang, lebih dari itu karena orang telah tahu siapa dirinya!
Raden Mas Antar Bumi tidak perhatikan perubahan wajah si nenek. Dia gerakkan telunjuknya dan kini mengarah pada Putri Sableng.
“Yang itu aku belum sempat tanyakan siapa namanya meski tadi aku sempat bercakap-cakap! Tapi kurasa dia tidak keberatan kalau kusebut Ratu….”
Raden Mas Antar Bumi tidak jadi lanjutkan keterangannya. Sementara paras muka Putri Sableng tampak memberengut sambil perdengarkan gumaman. Sepasang matanya mendelik besar-besar.
“Ah, kalau Ratu kurasa kurang cocok!” lanjut Raden Mas Antar Bumi. “Kusebut saja Gadis Malam…. Wajahnya tidak usah diragukan lagi! Demikian pula segalanya!”
Meski Putri Sableng terlihat makin mendelik, namun sesaat kemudian gadis berjubah merah ini telah perdengarkan tawa cekikikan!
Raden Mas Antar Bumi kini arahkan telunjuknya pada Dewi Siluman. Yang ditunjuk sudah perdengarkan dengusan. Namun mau tak mau dia menunggu juga.
“Yang itu aku tadi mendengar dia sebutkan diri dengan Dewi Siluman. Tapi aku lebih suka memanggilnya si Jubah Hitam! Yang ini punya keistimewaan tersendiri…. Dia….” Raden Mas Antar Bumi tidak teruskan bicaranya. Melainkan berpaling pada temannya dan berkata. “Kau saja yang beri keterangan!”
Raden Mas Antar Langit angkat bahunya. Melihat sekilas pada Dewi Siluman di bawah sana. Yang dipandang tampak mendongak dengan mata berkilat-kilat dan tubuh bergetar.
Raden Mas Antar Langit menelan ludah dahulu lalu buka mulut.
“Si Jubah Hitam itu…. Tidak mengenakan apa-apa lagi di balik jubah hitamnya!”
Raden Mas Antar Langit tahan suara tawanya yang hampir saja meledak. Tapi tidak demikian halnya dengan Putri Sableng. Gadis ini langsung saja tertawa cekikikan!
Dewi Siluman tak dapat lagi tahan kesabaran. Kedua tangannya yang sedari tadi sudah terangkat segera saja disentakkan ke atas.
Wuuttt! Wuuutt!
Terdengar dua suara deruan. Saat bersamaan terlihat dua gelombang menghampar di atas pasir lalu menggebrak ganas ke puncak batu cadas putih!
Raden Mas Antar Langit dan Raden Mas Antar Bumi buru-buru rebahkan diri sejajar dengan batu cadas di mana mereka berada.
Brakk! Brakkk!
Bibir puncak batu cadas putih pecah berantakan di dua tempat. Pecahan batu cadas sejenak tampak bertabur di atas hamparan pasir yang membentang membelah kawasan berbatu.
“Kau cari gara-gara saja!” gumam Raden Mas Antar Langit.
“Bukan cari gara-gara. Sobat lama kita ingin tahu. Apa salahnya kita memberi keterangan?!” sahut Raden Mas Antar Bumi.
Kedua orang ini lantas merangkak ke bibir batu cadas putih dan mungkin takut diserang lagi, keduanya hanya menampakkan kepala masing-masing. Sementara di bawah sana, Dewi Siluman tampak bantingkan kaki kanannya. Sebenarnya perempuan ini hendak lepaskan pukulan lagi, tapi setelah melihat jaraknya terlalu jauh, dia urungkan niat. Apalagi dilihatnya kedua orang di puncak batu kini arahkan pandangannya pada Ratu Pemikat yang tegak tidak jauh dari Dewa Orok.
“Sobat lama!” kata Raden Mas Antar Bumi. “Kulanjutkan keterangan yang kau minta. Perempuan di depanmu itu kalau tidak salah bergelar….” Raden Mas Antar Bumi dekatkan telinganya pada mulut Raden Mas Antar Langit. Lalu mengangguk-angguk. Saat lain dia lanjutkan ucapannya. “Dia bergelar Dewi Asmara alias Ratu Penjilat!”
“Dewi Asmara alias Ratu Pemikat!” seru satunya.
“Ah. Betul! Aku tadi salah ucap. Yang betul Dewi Asmara alias Ratu Pemikat!” teriak Raden Mas Antar Bumi membetulkan ucapannya. “Soal wajah dijamin! Bentuk tubuh tak usah dibilang lagi! Cuma ada sedikit sayangnya….”
“Kau bilang cuma sedikit ada sayangnya. Apa itu?!” seru Dewa Orok.
“Dia lebih senang pada celana butut laki-laki daripada tubuh laki-laki itu sendiri! Hik…. Hik…. Hik…!”
Ratu Pemikat tampak kernyitkan dahi mendengar ucapan orang. Dia sama sekali tidak menduga kalau kedua orang itu bukan saja mengetahui siapa saja yang ada di situ, namun juga tahu siapa dia sebenarnya! Ini lebih meyakinkan si perempuan kalau alasan yang dikemukakan dua orang berwajah hitam tadi hanyalah dusta belaka!
Namun Ratu Pemikat tidak mau terus menduga-duga siapa adanya kedua orang berwajah hitam. Karena saat itu pikirannya sedang dibuncah dengan urusan bagaimana menyelesaikan Dewa Orok sebelum Malaikat Penggali Kubur muncul.
Sementara di puncak batu bergubuk hitam, Iblis Rangkap Jiwa makin gelisah. Ia sesekali menghela napas dengan mata mendelik pada Dewa Orok di seberang sana. Dalam hati dia berharap Ratu Pemikat cepat bertindak. Laki-laki berkepala gundul ini tidak berani langsung turun tangan. Dia khawatir orang di tempat itu akan curiga.
Sementara Ratu Pemikat sendiri tampaknya harus berpikir dua kali untuk menghadapi Dewa Orok. Pengalamannya tempo hari waktu jumpa dengan Dewa Orok membuat perempuan ini bimbang. Saat itu kalau saja Iblis Rangkap Jiwa tidak segera muncul, niscaya dia akan kesulitan menghadapi Dewa Orok. Malah dia waktu itu sudah dalam keadaan terjepit!
Melihat Ratu Pemikat belum juga lakukan sesuatu, Iblis Rangkap Jiwa tampaknya hilang kesabaran. Dia buka mulut hendak ucapkan perintah. Namun mulutnya mendadak terkancing kembali saat sepasang matanya melihat satu sosok tubuh berkelebat menuju kawasan Kedung Ombo dari sebelah belakang batu cadas putih di depan kedung.
Iblis Rangkap Jiwa dapat melihat dahulu sosok yang berkelebat karena dia berada pada ketinggian puncak batu yang membukit.
“Jangan-jangan dia!” desis Iblis Rangkap Jiwa dengan mata dibeliakkan.
Sosok yang berkelebat terus berlari cepat. Karena kedua orang berwajah hitam juga berada pada ketinggian, maka mereka berdua adalah orang kedua yang melihat munculnya orang. Hingga keduanya serentak palingkan kepala ke belakang, karena orang yang berlari datang dari jurusan belakangnya.
“Hem…. Apa saja yang dilakukan sontoloyo ini hingga sampai datang terlambat?” gumam Raden Mas Antar Bumi. “Dia tidak merasa kalau orang sudah berdebar-debar takut dia tidak muncul! Dasar sontoloyo sableng!”
“Ah…. Kau sepertinya tidak tahu urusan anak muda saja!” sahut Raden Mas Antar Langit.
“Tapi seharusnya dia tahu! Ini urusannya! Bukan urusan orang-orang tua seperti kita!” bisik Raden Mas Antar Bumi dengan nada keras.
“Tapi sebenarnya kau punya urusan juga di sini, bukan?!”
“Urusannya berbeda!” bentak Raden Mas Antar Bumi.
“Betul! Tapi tempatnya sama! Lalu di mana bedanya?!”
“Dasar iblis bodoh! Tak tahu membedakan urusan dan tempat!” rungut Raden Mas Antar Bumi. Meski dicaci, Raden Mas Antar Langit tampak senyum-senyum. Orang ini lantas bertanya. “Kau yakin orang yang disebut-sebut mendapatkan Kitab Hitam itu akan muncul di sini?!”
“Itu lain dengan urusanku! Jadi aku tak mau menduga-duga!”
Raden Mas Antar Langit masih tampak senyum-senyum meski mendapat jawaban ketus dari Raden Mas Antar Bumi. “Terus-terusan bicara dengan manusia sinting, bisa-bisa aku akan ikut sinting!” gumam Raden Mas Antar Langit.
Raden Mas Antar Bumi sebenarnya ingin membentak lagi, tapi diurungkan tatkala dilihatnya orang yang berkelebat telah berada di bawahnya.
Kalau tadi Raden Mas Antar Bumi sempat memaki orang yang berkelebat, kini dia tampak gerakkan tangannya melambai-lambai lalu berteriak.
“Hai…! Harap sebutkan diri sebelum memasuki kawasan pasar jodoh ini!”
Mungkin karena terkejut mendengar teriakan orang, orang yang berkelebat di bawah sana serta-merta hentikan larinya. Lalu berkelebat dan tegak bersandar pada bagian bawah batu cadas putih yang menjulang. Dia sengaja memilih tempat agak menjorok. Karena dengan demikian, dia dapat melihat dengan leluasa tempat di sebelah kanan kiri kedung.
Orang yang baru muncul dan tegak di pojok batu cadas putih menjulang tengadahkan kepala. Lalu longokkan kepala ke depan. Berpaling ke kawasan berbatu sebelah kanan kedung. Cuma sesaat. Lalu palingkan kepala ke kawasan berbatu sebelah kiri kedung. Orang ini angkat tangan kirinya. Bukan memberi isyarat, melainkan hendak masukkan jari kelingkingnya ke dalam lobang telinganya! Sesaat kemudian orang ini tampak terjingkat-jingkat dengan wajah meringis!
“Kelakuannya tidak berubah!” desis Raden Mas Antar Bumi. Orang ini terlihat hendak berteriak lagi. Namun satu suara telah terdengar mendahului.
“Pendekar 131! Akhirnya kau muncul juga! Ha…. Ha…. Ha…!” Yang berteriak ternyata adalah Iblis Rangkap Jiwa.
“Murid jahanam sinting itu!” Ni Luh Padmi ikut-ikutan berteriak. “Kali ini jangan harap kau bisa lari lagi sebelum kau katakan di mana guru keparatmu berada!”
Orang yang mainkan jari kelingking pada lobang telinganya dan bukan lain memang Pendekar Pedang Tumpul 131 Joko Sableng cepat tarik kepalanya. Lalu perlahan-lahan dia mengintip dari bibir batu cadas putih.