Tabir Asmara Hitam

· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 Book 8 · Pantera Publishing
5.0
3 reviews
Ebook
108
Pages
Ratings and reviews aren’t verified  Learn More

About this ebook

WALAU sosoknya tidak bergeming sama sekali meski pukulannya dilabrak orang, namun gerakan kepalanya yang cepat menyentak ke samping menunjukkan bahwa Tengkorak Berdarah sempat terkejut. Malah kepalanya diam untuk beberapa lama seolah sepasang mata di balik jubah abu-abu aneh yang juga menutupi kepalanya itu terpentang besar menatap tak berkesip.


Sementara di seberang depan, Puspa Ratri segera pula berpaling. Gadis ini sejenak terpaku dengan mulut terbuka namun tak perdengarkan suara. Sepasang matanya yang bundar menyipit membesar pandangi seorang pemuda berpakaian putih-putih yang kini tegak dengan bibir tersenyum-senyum!


“Dia rupanya…,” gumam Puspa Ratri mengenali siapa adanya si pemuda. Gadis ini merasakan detakan dadanya bertambah keras. Namun diam-diam juga merasa lega dan gembira. Hingga seakan tak menghiraukan adanya orang lain, ia segera menghambur ke arah si pemuda.


Namun gerakan Puspa Ratri tertahan karena pada saat yang sama, Tengkorak Berdarah angkat tangan kirinya diarahkan pada si gadis. Kejap lain terdengar bentakan keras.


“Kau tetap di tempatmu! Jangan berani buka mulut dan bergerak!”


Tangan kiri Tengkorak Berdarah terus bergerak ke arah si pemuda. Mendadak si pemuda buka mulut mendahului sebelum Tengkorak Berdarah bersuara.


“Kita belum pernah jumpa. Tentu kau akan tanya siapa diriku! Betul?!”


Tengkorak Berdarah luruskan tangannya tepat ke arah si pemuda. Terdengar dia mendengus. Lalu terdengar bentakannya.


“Aku tak butuh nama calon bangkai manusia sepertimu!”


Si pemuda memperhatikan lekat-lekat pada sosok di hadapannya. Dahinya mengernyit. Tapi sejenak kemudian dia tersenyum sambil berujar.


“Kalau kau tak butuh namaku, kini aku tanya padamu. Siapa kau?!”


“Aku tak pernah menolak pertanyaan orang, karena itu adalah pertanyaan terakhirnya!” sahut Tengkorak Berdarah. Kepalanya lalu bergerak tengadah. “Aku adalah manusia terakhir yang kau lihat. Akulah Tengkorak Berdarah!”


Si pemuda mendelik. Dia seakan hampir saja tak percaya apa yang baru saja diucapkan orang. Hingga mungkin untuk meyakinkan, si pemuda berpaling ke arah gadis berbaju hijau yang tegak menatap ke arahnya.


Dipandangi si pemuda, wajah Puspa Ratri jadi bersemu merah. Mulutnya seakan hendak membuka, tapi terkancing lagi.


Melihat bayangan kebimbangan di wajah si gadis, si pemuda berkelebat dan tahu-tahu telah tegak dua langkah di samping Puspa Ratri.


“Gadis cantik berlesung pipit!” bisik si pemuda. “Aku berterima kasih atas pertolonganmu tempo hari. Aku sekarang butuh keyakinan. Apakah benar ucapan manusia itu?!”


Mendengar dirinya disebut gadis cantik berlesung pipit, dada Puspa Ratri makin berdebar. Paras wajahnya bersemu merah. Untuk beberapa saat dia tidak menjawab pertanyaan orang. Hanya sepasang matanya yang memandang tajam ke dalam bola mata si pemuda. Hingga untuk sesaat kedua orang ini saling bentrok pandang. Tapi Puspa Ratri segera alihkan pandangannya.


Karena Puspa Ratri tidak juga memberi jawaban, akhirnya si pemuda berbisik lagi.


“Apakah benar dia Tengkorak Berdarah?!”


Puspa Ratri berpaling. Namun kali ini tidak berani menatap ke bola mata si pemuda. “Aku tidak mengenalnya. Manusia yang berjuluk Tengkorak Berdarah pun aku belum pernah melihatnya. Jadi sulit aku menjawab apakah benar dia Tengkorak Berdarah atau bukan….”


“Lalu ada silang sengketa apa antara kau dengan dia?”


Puspa Ratri menggeleng. “Aku tak tahu. Dia tiba-tiba menyerangku….”


Si pemuda sekali lagi pandangi sosok orang berjubah abu-abu aneh. Diam-diam dia membatin. “Apakah ini manusianya penghuni Istana Hantu? Mengapa dia menyerang gadis ini? Hem…. Adakah ini pertanda ucapannya benar?” Tiba-tiba si pemuda teringat akan ucapan seorang kakek yang pernah ditemuinya juga seorang kakek yang berada di dalam kuil di sebelah barat Candi Jago.


“Dua orang yang kutemui itu nada ucapannya sama… Malah orang terakhir yang kutemui mengatakan terus terang aku tidak boleh membunuh Tengkorak Berdarah! Hem…. Tapi kemunculannya yang selalu membuat bencana pada setiap orang yang ditemuinya akan terus berlangsung jika tidak dihentikan! Mendengar ucapannya tadi, mungkin dugaan Ratu Malam jika lenyapnya saudara-saudaranya akibat ulahnya ada benarnya! Hem…. Tempo hari aku memang gagal memasuki istananya tapi hari ini….”


Si pemuda tidak meneruskan membatin. Karena di depan sana Tengkorak Berdarah angkat tangan kanannya. Lalu didorong ke depan.


Wuuuttt!


Satu sapuan gelombang angin melabrak ganas ke arah si pemuda. Si pemuda tidak tinggal diam. Dia segera pula angkat tangannya dan didorong ke depan.


Terdengar letupan. Sapuan gelombang yang datang dari Tengkorak Berdarah ambyar. Sedang gelombang yang melesat dari tangan si pemuda bertabur kian kemari.


Tengkorak Berdarah perdengarkan suara menggereng. Suara gerengannya belum lenyap, sosoknya telah berkelebat ke depan.


Buukkk! Buuukkk!


Dua pasang tangan beradu keras di udara. Sosok si pemuda tersurut satu langkah. Tengkorak Berdarah mundur dua tindak. Dari bentrokan tadi keduanya segera bisa maklum jika lawan memiliki tenaga dalam tinggi. Malah si pemuda tampak terkesiap sendiri dan bergumam heran.


“Aku merasa tenaga dalamku berlipat ganda! Aneh…”


Kalau si pemuda terkesiap dengan keadaan dirinya sendiri, tidak demikian halnya dengan Tengkorak Berdarah. Orang ini tampaknya terkejut besar hingga secara tak sadar dia segera membentak.


“Pemuda setan! Siapa kau sebenarnya?!”


Mendengar pertanyaan orang, si pemuda tersenyum.


“Seperti katamu, aku adalah calon bangkai manusia!”


“Setan!” teriak Tengkorak Berdarah. Kini kedua tangannya diangkat sekaligus. Lalu disentakkan kuat-kuat.


Gelombang luar biasa hebat melesat laksana cahaya berkiblat!


Si pemuda tak mau bertindak ayal. Dia cepat salurkan tenaga dalam pada kedua tangannya. Tiba-tiba tangannya berubah menjadi berwarna kekuningan. Udara berubah panas menyengat. Inilah pertanda bahwa si pemuda hendak lepaskan pukulan sakti ‘Lembur Kuning’! Pukulan yang dahulu pernah dimiliki oleh seorang tokoh bergelar Pendeta Sinting yang akhirnya diwariskan pada murid tunggalnya Joko Sableng Pendekar Pedang Tumpul 131.


Begitu kedua tangan si pemuda yang bukan lain adalah Pendekar 131 mendorong, satu gelombang angin luar biasa dahsyat menghampar dengan membawa hawa panas menyengat dan menebarkan semburatan warna kuning di udara.


Tempat itu mendadak laksana dilanda gempa hebat. Tanahnya bergetar keras dan bertaburan ke udara. Anehnya sosok Pendekar 131 hanya tersurut tiga langkah, sementara Tengkorak Berdarah tersapu sampai satu tombak!


“Heran…. Aku mengerahkan tenaga dalam seperti biasa. Tapi kurasa tenaga dalamku jadi berlipat ganda! Apa sebenarnya yang terjadi dengan diriku?!” kata Joko dalam hati. Murid Pendeta Sinting ini tidak tahu, jika di dalam tubuhnya kini mengendap tenaga dalam milik kakek yang berada di dalam kuil yang tanpa sepengetahuan Joko telah salurkan seluruh tenaga luar dalamnya hingga dia sendiri kehabisan tenaga dan menghembuskan napas terakhir.


Tengkorak Berdarah tersentak bukan main. “Baru kali ini aku mendapati orang yang tenaga dalamnya begitu kuat. Siapa sebenarnya jahanam ini? Jangan-jangan pemuda ini yang kucari…. Tapi aku harus buktikan dahulu!”


Berpikir begitu Tengkorak Berdarah takupkan kedua tangannya di depan dada. Terdengar gumaman tak jelas dari mulut di balik jubah abu-abunya yang aneh.


Sikap orang membuat murid Pendeta Sinting segera maklum jika dia sedang siapkan pukulan andalannya. Pendekar 131 tak tinggal diam. Dia segera pula kerahkan tenaga dalam siapkan sekali lagi pukulan sakti ‘Lembur Kuning’. Namun tiba-tiba dia ragu-ragu. Di telinganya terngiang ucapan Raja Tua Segala Dewa dan kakek dalam kuil. Dia juga merasa heran. Saat hendak memasuki Istana Hantu, pukulan sang penghuni terasa begitu hebat. Namun orang yang mengaku sebagai Tengkorak Berdarah ini pukulannya bisa dipangkas dengan mudah!


Keragu-raguan Pendekar 131 cepat ditangkap Tengkorak Berdarah. Dia tak menyia-nyiakan kesempatan. Dia segera tarik kedua tangannya dan disentak ke depan berulangkali.


Wuuuttt! Wuuttt! Wuuuttt! Wuuuttt!


Empat gelombang angin dahsyat susul-menyusul melabrak ke arah murid Pendeta Sinting. Demikian cepatnya gelombang itu hingga tak ada kesempatan lagi bagi Joko untuk lepaskan pukulan apalagi kini hatinya digelayuti perasaan ragu-ragu.


Puspa Ratri yang mengetahui hai itu segera bertindak. Gadis ini yang memiliki gerakan laksana kilat cepat berkelebat. Karena tak mungkin menyambar tubuh Joko, akhirnya gadis ini hanya tendangkan kaki kanannya ke arah pinggul murid Pendeta Sinting.


Buukkk!


Sosok Pendekar 131 tampak mencelat satu tombak ke samping. Hal ini menyelamatkannya dari gelombang pukulan yang pertama.


Namun bahaya belum selesai. Karena ternyata empat gelombang angin yang melesat dari kedua tangan Tengkorak Berdarah menebar dan salah satunya kini mengarah pada Joko yang masih terhuyung akibat tendangan Puspa Ratri!


Meski terhuyung, Pendekar 131 angkat juga tangannya untuk memapak pukulan yang datang. Namun satu gelombang angin tiba-tiba menyeruak dan mendahului pukulan Joko memapak gelombang pukulan Tengkorak Berdarah!


Gelombang pukulan yang mengarah pada murid Pendeta Sinting tersapu keras lalu mengudara menghantam tempat kosong.


Tengkorak Berdarah berseru keras. Dia segera berkelebat ke samping kanan dari mana angin yang memangkas pukulannya bersumber. Kedua tangannya sudah diangkat tinggi-tinggi siap lepaskan lagi pukulan. Namun begitu sepasang mata di balik bungkus jubah anehnya memandang ke depan, mendadak kedua tangannya terdiam di udara.

Ratings and reviews

5.0
3 reviews

Rate this ebook

Tell us what you think.

Reading information

Smartphones and tablets
Install the Google Play Books app for Android and iPad/iPhone. It syncs automatically with your account and allows you to read online or offline wherever you are.
Laptops and computers
You can listen to audiobooks purchased on Google Play using your computer's web browser.
eReaders and other devices
To read on e-ink devices like Kobo eReaders, you'll need to download a file and transfer it to your device. Follow the detailed Help Center instructions to transfer the files to supported eReaders.