“Amitaba…. Bukankah dia Tiyang Pengembara Agung?” Guru Besar Pu Yi bergumam. Lalu angkat kedua tangannya sejajar dada dengan kepala mengangguk dan buka mulut.
“Amitaba…. Kalau tak salah lihat, bukankah yang duduk di hadapanku adalah seorang tokoh yang tak asing lagi bagi kalangan dunia persilatan bergelar Tiyang Pengembara Agung?!”
Orang yang duduk bersandar pada batangan pohon perdengarkan tawa. Lalu gerakkan kepala menunduk. “Guru Besar Pu Yi…. Kau terlalu memuji orang. Aku jadi tidak enak hati…. Lama kita tidak berjumpa. Kuharap kau baik-baik saja…. Bagaimana keadaan Maha Guru Besar Su Beng Siok?!”
Pertanyaan orang tua yang dipanggil dengan Tiyang Pengembara Agung membuat Guru Besar Pu Yi sempat terperanjat. Diam-diam dalam hati dia berkata. “Ternyata dia memang memiliki ilmu langka. Selama ini semua murid dan penghuni Shaolin telah dipesan agar merahasiakan keadaan Maha Guru Besar. Tapi nyatanya dia berhasil mengetahuinya…. Hem. .. Apa kehadirannya saat ini ada kaitannya dengan Yang Kui Tan?!”
Karena tak ada gunanya lagi sembunyikan kenyataan, Guru Besar Pu Yi menjawab. “Maha Guru Besar sedang sakit….”
“Ah…. Seandainya ada waktu, aku ingin menengoknya. Cuma aku terbentur pada peraturan shaolin….”
“Amitaba…. Kalau Tiyang Pengembara Agung berkehendak melihatnya, aku tawarkan diri untuk mengantar. Siapa tahu pula dengan kehadiran Tiyang Pengembara Agung, Maha Guru Besar Su Beng Siok berubah pikiran….”
“Hem…. Dia dahulu adalah sahabatku meski tidak terlalu dekat. Aku tahu bagaimana sifatnya. Dia sangat teguh pendirian. Tak seorang pun bisa merubah pikirannya. Tapi harap kau tidak memaksakan diri terhadapnya. Dia telah tahu apa yang dilakukannya….”
“Maaf…,” kata Guru Besar Pu Yi. “Bukan maksudku menyinggung perasaanmu. Tapi kehadiranmu di tempat ini kurasa bukanlah satu kebetulan semata. Ada seseorang yang hendak kau temui di tempat ini?!”
Tiyang Pengembara Agung bergerak bangkit. Selain hanya memiliki satu tangan, orang tua ini juga hanya memiliki satu kaki. Dia tengah memandang rembulan lalu sandarkan punggungnya kembali ke batangan pohon di belakangnya. Saat kemudian dia sambuti ucapan Guru Besar Pu Yi.
“Aku juga tak hendak menyinggung perasaanmu. Kalau aku boleh berterus terang, sebenarnya bukan aku yang tengah menunggu atau hendak menemui seseorang di tempat ini. Tapi yang hendak menemui seseorang adalah dirimu….”
“Amitaba…. Ternyata dia juga telah tahu mengapa aku berada di sini! Berarti dia juga tahu urusan Yang Kui Tan….” Guru Besar Pu Yi berkata dalam hati.
“Guru Besar Pu Yi…. Aku tak hendak mendahului ketentuan yang telah ditulis dan akan kita jalani. Namun rasanya aku bisa memberi satu saran padamu. Tinggalkan saja bukit ini. Dan jangan pernah datang lagi ke sini. Orang yang selama ini kau tunggu tidak akan muncul! Lebih baik sekarang kau pusatkan perhatian ke dalam lingkungan shaolin!”
Guru Besar Pu Yi tak dapat menyimpan rasa kejutnya. Walau selama ini dia telah mendengar siapa Tiyang Pengembara Agung dan baru saja membuktikan kalau orang itu dapat mengetahui keadaan Maha Guru Besar Su Beng Siok padahal selama ini semua murid Perguruan Shaolin tidak ada yang membocorkan, namun kali ini Guru Besar Pu Yi rasanya masih meragukan ucapan Tiyang Pengembara Agung.
“Harap kau jelaskan bagaimana mungkin orang yang kutunggu tidak akan muncul?” tanya Guru Besar Pu Yi.
Tiyang Pengembara Agun tertawa. “Sayang sekali, Guru Besar Pu Yi. Aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Mungkin kelak akan datang seorang tamu tak dikenal yang dapat menjelaskannya!” .
“Amitaba…. Aku tidak akan memaksakan untuk menjelaskannya. Tapi untuk pertanyaanmu yang memberi saran agar aku memusatkan perhatian ke dalam lingkungan shaolin, apakah ini ada kaitannya dengan urusan orang yang kutunggu ini?!”
“Segala kemungkinan bisa saja terjadi!”
“Berarti aku harus mencurigai orang di lingkungan shaolin?!”
“Siapa pun manusia di permukaan bumi ini, pasti tak luput dari kehendak ingin memiliki sesuatu yang lebih. Tak terkecuali orang lingkungan shaolin sendiri!”
“Amitaba…. Harap maafkan aku. Rasanya aku tak bisa melakukan saranmu! Ucapanmu memang benar. Namun kalangan shaolin telah diajarkan untuk menerima apa adanya tanpa harus punya keinginan memiliki sesuatu yang lebih, apalagi dengan jalan salah…”
“Tidak berprasangka buruk pada orang memang baik. Tapi jika tanda-tanda telah muncul dan kita tetap berpendirian semua orang pasti baik, maka kita akan terlambat untuk sadari. Dan keterlambatan sadar ini mungkin saja akan mengakibatkan timbulnya satu malapetaka besar!”
“Terima kasih atas saranmu…. Mudah-mudahan malapetaka itu tak akan terjadi. Sekarang boleh aku tahu, siapa yang kau maksud dengan seorang tamu tak dikenal?!”
“Aku hanya tahu wajahnya tapi tak tahu namanya! Aku hanya sempat bertemu satu kali dan tak bicara banyak. Karena itu, harap kau segera tinggalkan bukit ini. Siapa tahu tamu itu akan segera muncul. Kalau kau tidak berada di tempat, bukan saja akan merasa menyesal, namun akan menimbulkan kecurigaan orang!”
“Mau mengatakan bagaimana ciri-ciri tamu itu?!” tanya Guru Besar Pu Yi.
“Seorang pemuda berwajah tampan. Melihat dari sosok dan penampilannya, dia datang dari seberang laut….”
“Aneh…. Bagaimana ini? Seorang pemuda tak dikenal datang dari seberang laut. Namun menurutnya pemuda itu nanti dapat menjelaskan perihal Yang Kui Tan. Hem…. Bagaimana bisa hal ini terjadi?!” Guru Besar Pu Yi membatin.
“Guru Besar Pu Yi…. Kadang-kadang ada satu peristiwa yang menurut perhitungan kita tidak mungkin. Tapi kenyataannya benar-benar terjadi! Begitu pula sebaliknya!”
“Amitaba…. Dia seakan-akan tahu apa yang ada dalam pikiranku! Ucapannya benar…. Sebaiknya aku segera kembali ke shaolin!” Guru Besar Pu Yi masih membatin begitu mendengar ucapan Tiyang Pengembara Agung.
“Kau masih ingin menengok Maha Guru Besar Su Beng Siok?” tanya Guru Besar Pu Yi.
“Hasrat hati memang demikian. Tapi biarlah untuk sementara waktu hasratku kutunda dahulu. Aku tidak mau kau nanti mendapat tudingan tak enak kalau sampai mengajakku menemui Maha Guru Besar Su Beng Siok. Hanya saja sampaikan salamku padanya….”
Lagi-lagi kening Guru Besar Pu Yi berkerut mendengar ucapan Tiyang Pengembara Agung. Namun kali ini dia tak mau mengutarakan apa yang mengganjal dalam hatinya walau sebenarnya hatinya mulai tidak enak.
“Sekali lagi kuucapkan terima kasih atas saranmu. Aku tetap menunggu kehadiranmu di shaolin. Selamat malam….”
Guru Besar Pu Yi anggukkan kepala. Lalu melangkah tujuh tindak. Saat lain sosoknya telah melesat menuruni bukit.
***
Begitu tiba di ruangannya kembali, Guru Besar Pu Yi tampak resah. Dia melangkah mondar-mandir dengan pikiran tak karuan. Terngiang kembali di telinganya semua ucapan Tiyang Pengembara Agung. Hatinya makin cemas dan khawatir kala mengingat bahwa Yang Kui Tan tidak akan muncul lagi.
“Ucapan Tiyang Pengembara Agung memberi isyarat kalau anak itu mendapat halangan…. Amitaba…. Apa yang harus kulakukan sekarang? Memberitahukan urusan ini pada Maha Guru Besar?! Kurasa itu tidak layak. Dia tengah sakit keras…. Hem…. Peta wasiat itu…. Bagaimana kalau sampai jatuh ke tangan orang lain?! Lalu siapa? Pemuda tampan tak dikenal yang dikatakan Tiyang Pengembara Agung?! Ah…. Urusan ini tampaknya akan jadi panjang. Hem…. Penjagaan ruang penyimpanan memang harus dilipatgandakan. Kalau peta wasiat itu benar-benar jatuh ke tangan orang lain, pasti dia akan mencari pasangannya di ruang penyimpanan!”
Berpikir sampai ke sana, mendadak Guru Besar Pu Yi melangkah menuju pintu ruangan. Perlahan-lahan dia membuka pintu. Lalu melangkah ke arah bangunan di seberang yang merupakan ruang penyimpanan.
Namun langkahnya tertahan saat sepasang matanya menangkap satu sosok kekar muncul dari pojok ruangan di samping bangunan ruang penyimpanan. Guru Besar Pu Yi sesaat perhatikan orang yang juga tengah melangkah.
“Adik Liang San…,” gumam Guru Besar Pu Yi begitu matanya dapat mengenali siapa adanya orang yang melangkah dari pojok ruangan di samping ruang penyimpanan.
Orang yang melangkah muncul dari pojok ruangan sempat terkejut melihat kemunculan Guru Besar Pu Yi. Namun orang ini yang ternyata memang Liang San segera bergegas mendekati Guru Besar Pu Yi dan berujar pelan.
“Aku mendapat firasat tidak enak. Untuk itulah aku keluar melihat-lihat keadaan….”
Guru Besar Pu Yi tersenyum. “Amitaba…. Mudah-mudahan firasatmu tidak menjadi kenyataan. Namun begitu aku berterima kasih kau masih menyempatkan diri untuk keluar melihat-lihat!”
Liang San takupkan kedua tangannya di depan dada. Kepalanya menunduk meski sepasang matanya melirik tajam pada Guru Besar Pu Yi. Tanpa berkata apa-apa lagi dia teruskan langkah lalu memasuki ruangannya di salah satu deretan ruangan di sebelah kanan bangunan utama.
Guru Besar Pu Yi tersenyum. Lalu teruskan langkah pula ke ruang penyimpanan. Beberapa pemuda berkepala gundul yang tegak berjaga-jaga di depan ruang penyimpanan tampak anggukkan kepala.
“Kalian harus lebih waspada. Awasi setiap gerak-gerik orang yang mencurigakan. Dan segera laporkan kalau terjadi apa-apa!” Guru Besar Pu Yi berkata dengan memperhatikan pintu ruang penyimpanan.
“Semua perintah akan kami laksanakan!” Salah seorang pemuda yang tampak sebagai pimpinan penjagaan di ruang penyimpanan sambuti ucapan Guru Besar Pu Yi.
Guru Besar Pu Yi tersenyum. Lalu melangkah lagi ke ruangan dari mana tadi dia keluar. Saat lain orang ini telah lenyap masuk. Tanpa sepengetahuan orang, dari ruangannya, Guru Besar Liang San tampak memperhatikan dengan seringai dingin!