Bayangan ini ternyata seorang pemuda berparas tampan dan keras. Rahangnya kokoh dengan sepasang mata tajam. Rambutnya hitam lebat. Dia mengenakan pakaian berwarna hitam-hitam.
Begitu injakkan sepasang kakinya di tanah puncak bukit, kepala pemuda ini laksana disentak setan berputar dengan mata menyelidik. Saat itu di penghujung malam dan samar-samar lintasan langit telah disemburati warna kekuningan bias sinar matahari yang sebentar lagi akan unjuk diri.
“Jahanam itu ke mana? Padahal belum lama aku tinggalkan puncak bukit ini! Jahanam itu telah ingkari ucapannya tidak lakukan perintahku! Dia mencari mampus berani berdusta pada Malaikat Penggali Kubur!”
Pemuda berpakaian hitam yang ternyata tidak lain adalah Malaikat Penggali Kubur rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Kelopak matanya perlahan memejam. Telinganya bergerak-gerak. Sikapnya jelas kalau pemuda ini tengah pusatkan pikiran.
Tiba-tiba mulut Malaikat Penggali Kubur membuka. Bersamaan itu terdengar suara bentakannya.
“Cepat keluar dari tempatmu! Atau kau ingin mampus tanpa dikenali!” Malaikat Penggali Kubur lepaskan rangkapan kedua tangannya. Seraya putar tubuh kedua tangannya bergerak.
“Tahan!” satu suara tiba-tiba terdengar.
Malaikat Penggali Kubur buka matanya. Rahangnya mengembung besar dan terangkat
Dari balik salah satu pohon, muncul satu sosok tubuh dan perlahan-lahan melangkah ke arah Malaikat Penggali Kubur. Dia adalah seorang laki-laki berkepala gundul dengan sepasang mata besar menjorok keluar. Hampir seluruh raut wajahnya tidak tertutup daging.
Laki-laki berkepala gundul yang bukan lain adalah Iblis Rangkap Jiwa hentikan langkah tujuh tindak dihadapan Malaikat Penggali Kubur.
“Hem…. Pakaian yang dikenakan berganti. Mencuri di mana bangsat ini? Atau dia mengambil pakaian orang yang jadi korbannya?” Malaikat Penggali Kubur membatin seraya memperhatikan sosok Iblis Rangkap Jiwa. Iblis Rangkap Jiwa saat itu mengenakan pakaian berwarna putih bersih.
“Apakah kau telah mendapat korban?!” Malaikat Penggali Kubur ajukan tanya.
Iblis Rangkap Jiwa sejurus memandang pada Malaikat Penggali Kubur. Kepalanya bergerak menggeleng. “Selama sepeninggalmu belum ada manusia yang kesini! Aku mendapat pakaian ini di dusun terdekat…,” ujar Iblis Rangkap Jiwa seolah tahu apa yang terpikir dalam benak Malaikat Penggali Kubur.
“Tidak kusangka kalau secepat ini dia kembali! Hem…. Ada apa ini?!” Diam-diam Iblis Rangkap Jiwa merasakan satu keanehan. Dia menyangka masih lama waktunya Malaikat Penggali Kubur kembali ke puncak Bukit Selamangleng. Apalagi dia telah membekal kitab sakti.“
Sebenarnya Malaikat Penggali Kubur sendiri semula memutuskan untuk tidak kembali dulu ke puncak Bukit Selamangleng. Namun begitu menuruti pesan yang tertulis di dinding Liang lahat dan bertemu serta mendengar keterangan Cucu Dewa dia berubah pikiran. Dia kini harus mencari orang yang bergelar Dewa Orok. Sebagai orang yang belum lama terjun dalam kancah rimba persilatan, dia baru kali ini mendengar nama Dewa Orok. Padahal seperti keterangan Cucu Dewa, keturunan Ken Rakasiwi yang diketahuinya masih hidup adalah Dewa Orok. Dan menuruti pesan dari Datuk Kematian yang sempat dibacanya di liang lahat, dia harus memusnahkan semua anak keturunan Ken Rakasiwi, Mau tak mau dia harus mencari Dewa Orok,
Setelah berpikir panjang dia teringat pada Iblis Rangkap Jiwa. Dia ingat kalau Iblis Rangkap Jiwa pernah mengatakan kalau usianya tiga kali lipat delapan puluh tahun. Lebih dari itu, Iblis Rangkap Jiwa mengetahui banyak tentang dirinya juga dunia persilatan padahal menurut ucapannya, Iblis Rangkap Jiwa sudah ratusan tahun menunggu. Menelusuri perangai Iblis Rangkap Jiwa begitu, Malaikat Penggali Kubur menduga mungkin manusia berkepala gundul itu tahu tentang Dewa Orok. Berpikir begitu, Malaikat Penggali Kubur lalu kembali ke puncak Bukit Selamangleng.
Malaikat Penggali Kubur arahkan pandangannya mengitari puncak bukit. Mendadak dahinya berkerut. Namun sebelum dia buka mulut ajukan tanya, Iblis Rangkap Jiwa telah mendahului buka suara.
“Lawan yang hendak kuhadapi sekarang mungkin ilmunya sudah meningkat. Aku tidak boleh berdiam diri. Aku harus berlatih. Jadi porak-porandanya tempat ini karena pukulanku waktu berlatih….”
Malaikat Penggali Kubur mengangguk. “Sejauh kau tidak bertindak mencelakai diriku, peduli setan apa yang kau lakukan!” katanya dalam hati. Lalu berkata.“Aku gembira melihat kau masih berusaha berlatih diri. Aku memang butuh manusia sepertimu sebagai pembantu! Dan kedatanganku saat ini tidak lain adalah memberi perintah padamu…!”
“Aku telah berjanji untuk lakukan apa yang kau perintahkan…,” ujar Iblis Rangkap Jiwa meski dalam hati dia memaki habis-habisan. “Manusia Jahanam ini telah berlaku melampaui batas! Sekarang dia boleh memerintahku! Tapi hanya sementara! Tak lama lagi, dia akan kujadikan tumbalku! Tunggulah…!”
“Aku tanya padamu. Dengar baik-baik! Karena aku hanya akan bicara sekali. Pernah kau dengar seseorang bernama Dewa Orok?!”
Tulang kening Iblis Rangkap Jiwa bergerak-gerak. Kepalanya yang gundul tengadah seakan berpikir. Malaikat Penggali Kubur perhatikan sikap Iblis Rangkap Jiwa dengan saksama. “Apa yang ada dalam benak manusia bangsat ini…?!”
Iblis Rangkap Jiwa diam-diam membatin. “Ada apa manusia jahanam itu mencari Dewa Orok? Kudengar selama ini makhluk bergelar Dewa Orok tidak, ada keistimewaannya! Kalaupun ada itu hanyalah tingkahnya yang mirip bayi!”
“Telingamu sudah dengar pertanyaan. Kenapa tidak lekas jawab?!” Malaikat Penggali Kubur membentak karena Iblis Rangkap Jiwa tidak cepat buka suara.
“Aku memang pernah dengar nama orang yang kau sebut! Ada apa dengan dirinya?”
“Jahanam! Kau tidak layak ajukan tanya padaku!
Dengar saja ucapanku dan lakukan perintahku! Kau dengar?!”
Iblis Rangkap Jiwa menjawab dengan anggukan kepala. Di hadapannya Malaikat Penggali Kubur menyeringai lalu tertawa bergelak sebelum akhirnya berkata.
“Kau tahu di mana Dewa Orok bertempat tinggal?!”
“Sebagai orang persilatan, sulit menentukan di mana dia! Lagi pula aku tidak pernah tanya-tanya di mana tempat tinggalnya….”
“Kau pernah bertemu dengannya?!” Malaikat Penggali Kubur kembali ajukan tanya.
“Pernah. Tapi aku sudah lupa kapan dan di mana!”
Malaikat Penggali Kubur tertawa panjang. “Bagus! Berarti kau tidak akan salah cabut nyawa orang! Sekarang pergilah ke pantai timur. Temui seorang bertubuh pendek berambut kelabang di kepang dua….”
“Cucu Dewa!” seru Iblis Rangkap Jiwa memotong ucapan Malaikat Penggali Kubur.
“Ah…. Rupanya kau juga telah mengenal manusia cebol itu! Pengetahuanmu benar-benar luas. Untuk ini kelak kau akan mendapat hadiah dariku…,” ujar Malaikat Penggali Kubur.
Mendengar kata-kata Malaikat Penggali Kubur, wajah Iblis Rangkap Jiwa bukannya membayangkan rasa gembira. Justru raut wajah laki-laki ini sulit dibayangkan.
“Kuteruskan ucapanku. Temui Cucu Dewa! Tanya padanya di mana tempat tinggalnya Dewa Orok. Tugas selanjutnya cabut satu-satunya nyawa milik Dewa Orok! Setelah itu kembali temui Cucu Dewa. Terserah mau kau apakan orang itu. Yang jelas, aku tak ingin lagi melihat tampangnya!”
Urusan dengan Cucu Dewa, tanpa mendapat tugas dari Malaikat Penggali Kubur sebenarnya sudah diperhitungkan oleh Iblis Rangkap Jiwa. Namun tidak demikian halnya dengan Dewa Orok. Iblis Rangkap Jiwa sebenarnya ingin tahu apa sebabnya Malaikat Penggali Kubur menginginkan nyawa orang itu. Namun keingintahuannya ditahan demi mengingat ucapan Malaikat Penggali Kubur tadi.
“Kau telah dengar perintahku. Sekarang lakukan!”
“Tapi…,” ucapan Iblis Rangkap Jiwa laksana tercekat di tenggorokan.
“Ada yang hendak kau ucapkan?! Katakan cepat!” sentak Malaikat Penggali Kubur.
“Aku rasanya sulit menghadapi Cucu Dewa untuk saat sekarang ini….”
Mendengar pernyataan Iblis Rangkap Jiwa, meledaklah suara tawa Malaikat Penggali Kubur.
“Aku tak mau tahu apa kesulitanmu! Kau manusia iblis! Tentu punya cara-cara seperti iblis! Yang jelas, kau harus temui orang itu karena kuduga dia satu-satunya orang yang tahu di mana Dewa Orok berada! Ingat, nyawamu ada dalam genggamanku. Aku hanya ingin nyawa Dewa Orok! Kalau kau gaga!, gantinya adalah nyawamu sendiri!”
“Kalau saja aku tidak menginginkan kitab di tangannya, tidak akan kulakukan pekerjaan tolol ini. Cucu Dewa telah tahu kelemahanku. Hem…. Apa boleh buat….” Iblis Rangkap Jiwa berkata pada diri sendiri.
“Hanya itu yang harus kulakukan?!” akhirnya Iblis Rangkap Jiwa ajukan tanya.
“Hem…. Rupanya kau minta tugas tambahan? Tapi untuk sementara kau lakukan apa yang kukatakan tadi. Setelah itu tunggu aku di puncak bukit ini!”
“Hem…. Inilah yang kutunggu! Sambil berjalan aku menyusun rencana!” ujar Iblis Rangkap Jiwa dalam hati. “Pertemuan nanti kuharap pertemuan terakhir dengannya! Aku harus berhasil merebut kitab itu!” Raut wajah Iblis Rangkap Jiwa sejenak cerah. Tapi cuma sekejap. Di lain kejap dia termenung. “Lalu sampai kapan aku menunggu di sini?”
Iblis Rangkap Jiwa lalu tanyakan hal itu pada Malaikat Penggali Kubur. Malaikat Penggali Kubur tertawa panjang mendengar pertanyaan Iblis Rangkap Jiwa.
“Kau tak perlu tahu kapan aku kembali ke sini. Kau harus tetap menunggu aku. Kalaupun aku tidak muncul di sini hingga tubuhmu lapuk, itu berarti nasib buruk bagimu! Ha…. Ha…. Ha….“
Suara tawa Malaikat Penggali Kubur menggema ke seantero Bukit Selamangleng. Tapi mendadak Malaikat Penggali Kubur putuskan tawanya. Saat lain terdengar bentakannya.
“Apa lagi yang kau tunggu, hah?!”
Iblis Rangkap Jiwa memandang sejurus. Tanpa berkata-kata lagi dia lalu berkelebat menuruni bukit diiringi tawa ngakak Malaikat Penggali Kubur.