Tidak semua nafsu harus diperangi, namun keempat nafsu itu seyogyanyalah dikendalikan. Mengendalikan hawa nafsu buknlah hal yang sulit, manusia hanya perlu memasuki aam sunyaruri, keadaan yang lerem. Di alam keheningan tersebut, manusia Jawa akan melalui 3 fase, yakni fase ora weruh, ngaku weruh, dan nyata weruh. Selain itu nafsu bisa dikendalikan melalui laku tapa atau semadi.
Bagaimanakah cara manusia melampaui fase-fase itu demi mengendali nafsu-nafsunya? Kapankah seseorang telah dapat disebut pramana, yakni gambaran orang yang seterang-terangnya, telah jernih penglihatan hatinya serta pangrasa batinnya? Temukan jawabannya di buku ini!
WAWAN SUSETYA lahir di sebuah desa kecil, yakni di Desa Tanggung, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur tanggal 1 Desember 1969. Sejak kecil, ia dibesarkan di lingkungan yang penuh dengan nuansa seni-budaya Jawa atau “kebudayaan Jawa” Selepas merampungkan studinya di salah satu perguruan tinggi jurusan Bahasa dan Sastra Inggris di ‘kota pendidikan’ Malang tahun 1994, Wawan lebih banyak berkecimpung dalam tulis-menulis dunia jurnalistik (wartawan) di Jawa Pos News Network (JPNN) di Biro Malang sejak tahun 1994-1998. Ia juga menjadi staf pengajar di dua PTS di Malang: yakni di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Stikma Internasional Malang. Di Malang tersebut, Wawan aktif mengisi berbagai kegiatan kemahasiswaan—baik menjadi narasumber, pembicara, pemateri atau moderator—seperti seminar, sarasehan, diklat kepemimpinan, diklat jurnalistik, dan sebagainya di kampus-kampus Malang, antara lain Universitas Brawijaya (Unibraw), IKIP Malang, Unmer (Universitas Merdeka), Universitas Gajayana (Uniga), UMM (Universitas Muhammadiyah Malang), IKIP PGRI, UWG (Universitas Widyagama), Unisma (Universitas Islam Malang), Universitas Wisnuwardhana, dan sebagainya.
Pada tahun 1999, ia hijrah ke Jakarta, bergabung dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai aktivis di Departemen Pengembangan Opini Publik. Juga bergabung dengan budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) di Komunitas Kiai Kanjeng dalam Jaringan “Pengajian Padang Bulan”-nya. Sejak tahun 2001, Wawan mengikuti GKD (Gerakan Kembali Ke Desa) alias ‘pulang kampung’ ke daerah Tulungagung. Sampai sekarang, ia bersama isteri tercinta (Shofa) tinggal di Tulungagung dan tetap menggeluti dunia tulis-menulis khususnya ‘menampung’ ide-ide dari intuisi (ilham) yang tak terkirakan jumlahnya ke dalam bentuk karya tulis (buku).