Warisan Laknat

· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 Livre 12 · Pantera Publishing
5,0
1 avis
Ebook
105
Pages
Les notes et les avis ne sont pas vérifiés  En savoir plus

À propos de cet ebook

Hanya memerlukan perjalanan dua hari dua malam Gumara alias Malaikat Penggali Kubur sampai di Dusun Sumbersuko. Pemuda murid Bayu Bajra ini segera teruskan perjalanan ke arah timur, di mana dari Dusun Sumbersuko julangan bukit yang diyakininya adalah Bukit Selamangleng telah terlihat.


Namun begitu, Malaikat Penggali Kubur tidak segera langsung menuju ke arah bukit. Dia sadar, dalam urusan besar ini dia harus bertindak waspada. Setiap langkah telah diperhitungkan dengan matang. Dia sengaja menempuh jalan berputar. Begitu berada di sebelah utara bukit dan setelah menyiasati keadaan, pemuda ini segera bergerak cepat mendaki bukit.


Saat mendaki pun Malaikat Penggali Kubur tetap waspada. Sesekali dia menyelinap ke balik pohon dan ranggasan semak belukar. Sepasang matanya liar memandang berkeliling dan ke bawah. Setelah merasa aman baru dia teruskan perjalanan mendaki. Ketika sepasang kakinya menginjak puncak bukit, dia cepat edarkan pandangannya berkeliling. Kedua tangannya digerak-gerakkan siap lakukan pukulan. Namun kedua tangannya segera diluruhkan saat menyadari di puncak bukit tidak ada orang lain.


Malaikat Penggali Kubur tidak begitu langsung percaya dengan perasaannya. Dia berkelebat mengitari puncak bukit. Sesekali kepalanya mendongak menembusi rindang daun pohon yang ada di situ.


Setelah agak lama dia memang tidak menemukan orang, pemuda ini mondar-mandir di puncak bukit dengan wajah membesi. Rahangnya menggembung. Urat-urat lehernya bersembulan keluar pertanda dadanya dirasuki hawa amarah.


“Keparat betul! Jangan-jangan ucapan guru omong kosong belaka! Jangankan orang, bekasnya pun tidak ada di tempat ini! Padahal aku yakin ini Bukit Selamangleng! Dasar tua bangka yang percaya pada mimpi!”


Meski dia menyumpah-nyumpah begitu, namun sepasang matanya terus mengawasi keadaan sekeliling. Malah tak jarang sepasang kakinya menghentak-hentak di atas tanah dengan harapan siapa tahu orang yang dicari memiliki tindak tanduk aneh dengan bertempat di dalam tanah.


Namun sejauh ini apa yang dilakukan tidak membawa hasil, membuat wajahnya makin membesi. “Jahanam! Gara-gara menuruti mimpi gila, semadiku selama lima purnama sia-sia! Atau jangan-jangan Guru hanya mengarang cerita padahal sebenarnya dia tidak ingin aku menguasai ilmu ‘Pelebur Urat’! Sialan benar! Aku telah ditipu! Akan ku….”


Laksana dicabut setan, Malaikat Penggali Kubur putuskan gumamannya. Sepasang matanya mendelik angker. Mulutnya menganga.


Sejarak tujuh langkah dari tempatnya berdiri, sebuah batu agak besar terlihat bergerak-gerak keluarkan suara berkeretekan. Saat lain batu itu terangkat. Lalu tampaklah sebuah tangan hitam. Namun bukan tangan itu yang membuat Malaikat Penggali Kubur makin terbeliak. Ternyata terangkatnya batu besar itu hanya dengan telunjuk!


Belum lenyap rasa kejutnya, telunjuk yang menopang batu bergerak.


Blaarrr!


Batu itu serta merta hancur berantakan. Sosok Malaikat Penggali Kubur tersurut satu tindak. Tubuhnya bergetar. Belum sempat dia kuasai diri, tanah pijakannya bergetar keras.


Byaarrr!


Tanah di bawah mana tadi batu berada muncrat ke udara. Puncak Bukit Selamangleng laksana dilanda gempa dahsyat. Sosok Malaikat Penggali Kubur terjengkang. Namun pemuda ini tetap waspada. Dia tidak berani pejamkan mata. Malah cepat salurkan tenaga dalam pada kedua tangannya lalu bergerak bangkit.


Bersamaan dengan muncratnya tanah, satu sosok tubuh melesat dari dalam tanah. Kejap lain di hadapan Malaikat Penggali Kubur telah tegak satu sosok tubuh seraya perdengarkan tawa bergelak keras.


Tahu isyarat bahaya, Malaikat Penggali Kubur cepat tutup pendengarannya dengan salurkan hawa murni. Anehnya suara tawa orang yang kini tegak di hadapannya tetap terngiang keras menusuk gendang telinga! Pertanda siapa pun adanya orang itu pasti memiliki tenaga dalam luar biasa.


Mungkin tak dapat kuasai rasa sakit pada pendengarannya, Malaikat Penggali Kubur angkat kedua tangannya untuk menutup kedua telinganya. Dan dengan beranikan diri, dia menatap lekat-lekat pada orang yang tertawa.


Dia adalah seorang laki-laki berwajah amat cekung. Malah raut wajahnya hanya terdiri dari tulang-tulang tanpa daging. Sepasang matanya besar menjorok keluar. Mulutnya lebar dengan kepala tanpa ditumbuhi rambut. Pakaiannya compang-camping dan dilumuri bercak-bercak tanah.


“Apakah…. Siapakah kau?!” tanya Malaikat Penggali Kubur dengan suara laksana tercekat di tenggorokan.


Orang di hadapan Malaikat Penggali Kubur putuskan tawanya. Sepasang matanya yang besar berputar liar. Mulutnya membuka. Suara keras.


“Tak ada jawaban yang bakal kau peroleh kecuali kematian!”


Habis berkata begitu, laki-laki yang keluar dari dalam tanah bantingkan kaki kanannya.


Malaikat Penggali Kubur tersentak. Sosoknya langsung mencelat ke udara! Lalu jatuh bergedebukan di atas tanah puncak bukit dengan perdengarkan erangan pelan.


“Mimpi Bayu Bajra benar-benar terbukti! Tapi kalau begini kenyataan yang kudapat lebih baik aku tidak kemari! Ancaman manusia ini tampaknya tidak main-main! Daripada mati konyol, padahal dendamku pada Pendekar 131 belum lunas. Lebih baik….” Sepasang mata Malaikat Penggali Kubur memandang berkeliling. Diam-diam dia kerahkan segenap ilmu peringan tubuhnya. Kejap lain dia bergerak bangkit lalu berkelebat menuruni bukit.


“Kau kira dapat lolos dari kematian, hah?!” kata laki-laki dari dalam tanah. Tangan kanannya bergerak ke belakang.


Di depan sana sosok Malaikat Penggali Kubur yang berkelebat hendak menuruni bukit laksana ditarik kekuatan dahsyat. Sosoknya kini berkelebat lebih cepat. Bukan turun ke bawah melainkan ke tempat mana laki-laki dari dalam tanah tegak berdiri.


Bukkkk!


Tubuh Malaikat Penggali Kubur terkapar tepat di kaki laki-laki dari dalam tanah. Tangan kiri laki-laki terangkat ke atas. Sepasang mata Malaikat Penggali Kubur terbelalak. Kalau bantingan kakinya mampu membuat tubuhnya mencelat, Malaikat Penggali Kubur bisa membayangkan bagaimana kalau tangan laki-laki ini menghantam.


Berpikir sampai di situ akhirnya Malaikat Penggali Kubur hanya bisa berteriak seraya silangkan kedua tangannya di atas kepala meski dia tidak percaya apa yang dilakukan dapat menyelamatkan nyawanya.


“Aku kecewa menuruti mimpi gila itu!” kata Malaikat Penggali Kubur dengan beliakkan sepasang matanya menunggu kematian.


Mendadak laki-laki di atasnya tarik pulang tangan kirinya yang tadi siap lancarkan pukulan.


Dari balik kedua tangannya yang menyilang, Malaikat Penggali Kubur kernyitkan kening. Kalau tadi dia sudah merasa darahnya laksana sirap dan nyawanya sudah pulang, kini wajah si pemuda tampak berubah meski ketegangan masih tergurat.


“Mengapa dia urungkan niat membunuhku? Apa karena ucapanku tadi? Atau jangan-jangan dia hanya menunda kematianku…”


“Katakan padaku, bagaimana mimpimu!” Tiba-tiba laki-laki dari dalam tanah ajukan tanya. Sepasang matanya yang besar tak berkesip menatap.


Sesaat Malaikat Penggali Kubur tertegun. Seakan tidak percaya akan apa yang didengar, untuk beberapa lama dia terdiam tidak segera menjawab.


“Kau tidak tuli. Lekas jawab pertanyaanku!” hardik si laki-laki.


“Aku…. Bukan aku yang bermimpi. Tapi guruku!”


“Aku tanya bagaimana mimpi itu! Tidak peduli setan atau manusia yang bermimpi!”


Malaikat Penggali Kubur perlahan-lahan bergerak duduk. Lalu berkata. Suaranya bergetar. Malah dia tidak berani membalas pandangan orang.


“Dia bermimpi didatangi seorang berjubah panjang sebatas mata kaki. Orang itu sebut-sebut namaku dan sebut Bukit Selamangleng. Setelah itu dia laksana mencebur ke satu tempat yang dalam….”


“Hem…. Siapa namamu?!”


“Malaikat Penggali Kubur!”


Tulang laki-laki dari dalam tanah di seluruh wajahnya bergerak-gerak. Sepasang matanya makin melotot. “Kau jangan berkata dusta!” Seakan tahu apa yang dimaksud orang, buru-buru Malaikat Penggali Kubur menyahut. “Namaku sebenarnya Gumara….”


“Berdiri! Cepat!” sentak si laki-laki.


Gumara alias Malaikat Penggali Kubur beringsut bangkit dengan tubuh masih bergetar. Dadanya dibuncah dengan berbagai tanya akan keanehan si laki-laki.


“Dengar, Gumara! Kau manusia beruntung. Kaulah manusia yang dinantikan! Turunlah ke bawah. Di sebelah utara bukit ini ada sebuah jurang. Lakukan seperti yang terlihat dalam mimpi!”


Sepasang mata Malaikat Penggali Kubur terbelalak. Hampir tak percaya dengan apa yang didengar dia bergumam. “Aku…?!”


“Kalau kau bertanya lagi, jawabanmu adalah kematian! Kau mengerti?!”


Malaikat Penggali Kubur anggukkan kepala. Sebenarnya dia hendak bertanya siapa adanya laki-laki di hadapannya. Namun ingat akan ancaman orang pada akhirnya dia hanya bisa pandangi laki-laki di depannya dengan mulut terkancing.


“Kau tunggu apa lagi?!”


“Boleh aku tahu siapa kau…?!” akhirnya Malaikat Penggali Kubur beranikan diri ajukan tanya setelah tabahkan hati. Dia sengaja ajukan tanya karena sebenarnya dia masih sangsi dengan ucapan orang. Dia khawatir kalau laki-laki itu hanya hendak menjerumuskan dirinya. Karena ucapannya mengisyaratkan bahwa dirinya harus terjun masuk ke dalam jurang.


Sesaat sepasang mata laki-laki dari dalam tanah mendelik. Namun saat lain mulutnya membuka.


“Rimba persilatan menggelariku iblis Rangkap Jiwa. Akulah gerbang yang harus dilalui bagi orang yang ditentukan untuk mewarisi Kitab Hitam itu! Mimpi dan namamu telah menunjukkan bahwa kaulah orang yang ditunggu!”


Mendengar ucapan laki-laki yang sebutkan diri sebagai Iblis Rangkap Jiwa, Malaikat Penggali Kubur bungkukkan tubuh. Bibirnya sunggingkan senyum. Sepasang matanya berbinar.


“Aku akan menuju tempat yang kau tunjuk…,” ucap Malaikat Penggali Kubur lalu pemuda murid Bayu Bajra ini melangkah menuruni bukit.


Iblis Rangkap Jiwa pandangi sosok Malaikat Penggali Kubur dengan senyum seringai. Kepalanya mengangguk. Saat lain sosoknya melesat dan hinggap di sebuah cabang pohon dengan mata tak berkesip mengikuti sosok Malaikat Penggali Kubur.

Notes et avis

5,0
1 avis

Attribuez une note à ce ebook

Faites-nous part de votre avis.

Informations sur la lecture

Téléphones intelligents et tablettes
Installez l'appli Google Play Livres pour Android et iPad ou iPhone. Elle se synchronise automatiquement avec votre compte et vous permet de lire des livres en ligne ou hors connexion, où que vous soyez.
Ordinateurs portables et de bureau
Vous pouvez écouter les livres audio achetés sur Google Play en utilisant le navigateur Web de votre ordinateur.
Liseuses et autres appareils
Pour pouvoir lire des ouvrages sur des appareils utilisant la technologie e-Ink, comme les liseuses électroniques Kobo, vous devez télécharger un fichier et le transférer sur l'appareil en question. Suivez les instructions détaillées du centre d'aide pour transférer les fichiers sur les liseuses électroniques compatibles.