Rahasia Pulau Biru

· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 3-kitob · Pantera Publishing
3,7
3 ta sharh
E-kitob
99
Sahifalar soni
Reytinglar va sharhlar tasdiqlanmagan  Batafsil

Bu e-kitob haqida

SOSOK bayangan hitam itu terus berkelebat ke arah timur. Sesekali dia berpaling pada orang yang dipanggulnya dengan perdengarkan gumaman tak jelas. Pada satu tempat, dia hentikan larinya. Berpaling sekali lagi pada orang di pundaknya, lalu mendongak ke langit.


“Ada hubungan apa pemuda ini dengan jahanam Iblis Ompong? Hem…. Iblis Ompong. Tampaknya dia tak betah juga terus-terusan sembunyikan diri. Apakah kemunculannya ini ada kaitannya dengan urusan Kitab Serat Biru?” Orang ini menghela napas panjang.


Ternyata dia adalah seorang perempuan berambut pirang. Mengenakan jubah besar warna hitam, Pada kedua tangannya terlihat satu kaos tangan dari kulit juga berwarna hitam. Perempuan ini tak bisa dikenali wajahnya karena dia mengenakan cadar berwarna hitam. Dari wajahnya yang terlihat hanyalah sepasang matanya yang tajam dari kedua lobang cadar.


Mendadak perempuan berjubah dan bercadar hitam palingkan kepala.


“Hemm…. Di sini rupanya tidak aman…,” gumamnya. Lalu menatap sejenak pada orang yang dipanggul. Sepasang matanya sorotkan pandangan aneh. Setelah memastikan orang yang dipanggul masih dalam keadaan tertotok, perempuan berjubah dan bercadar hitam teruskan larinya. Namun baru saja bergerak, satu bayangan berkelebat, membuat langkah si perempuan tertahan. Dia segera berpaling dengan sepasang mata dipentangkan.


“Bangsat siapa dia…?!” desis si perempuan bercadar hitam dengan tubuh sedikit berguncang, tanda dia menahan marah. Sepasang matanya dari dua lobang cadar membelalak besar memandang tak berkesiap ke arah depan, di mana kini telah tegak seorang perempuan yang dilihat dari sikapnya jelas sengaja menghadang! Dan bukan Itu saja yang membuat perempuan berjubah dan bercadar hitam pentangkan sepasang matanya makin besar, karena ternyata orang yang kini tegak menghadang di hadapannya juga mengenakan cadar berlobang kecil-kecil menutup seluruh raut wajahnya. Pada punggung orang ini terlihat punuk besar.


Kalau perempuan berambut pirang berjubah dan bercadar hitam tampak geram, tidak demikian halnya dengan perempuan bercadar dan berpunuk yang menghadang. Begitu tegak menghadang dan memandang pada perempuan bercadar dan berjubah hitam, perempuan berpunuk serentak tersurut kaget. Sepasang mata dari balik cadar berlobang-lobang terlihat membesar. Wajahnya pun seketika berubah.


“Dewi Siluman…,” desis perempuan berpunuk dengan suara tercekat di tenggorokan. Untuk beberapa lama orang ini arahkan pandangannya dari balik cadar berlobang kecil-kecil pada perempuan berjubah dan bercadar hitam. Lalu beralih pada sosok yang ada di pundak si perempuan.


“Pendekar 131…. Tampaknya dia tertotok. Hem…. Seharusnya aku tidak membiarkan dirinya sendirian di tempat itu. Apalagi keadaannya masih terluka…. Sekarang harus bagaimana?


Aku tahu siapa Dewi Siluman. Nyawa Pendekar 131 tidak terjamin keselamatan-nya di tangan sang dewi. Tapi bisakah aku merebutnya…? Bagaimana kalau dia tahu…? Ah. Tak kusangka jika Dewi Siluman berada di tempat itu juga….”


“Orang tak dikenal!” Tiba-tiba perempuan berjubah dan bercadar hitam membentak garang. “Katakan maksudmu menghadang langkahku!”


Meski dari perubahan wajah dan sikap serta kata hatinya jelas jika perempuan berpunuk merasa kecut, tapi saat melihat keadaan orang di pundak perempuan berjubah dan bercadar hitam yang bukan lain Pendekar 131 Joko Sableng, satu keberanian luar biasa tiba-tiba menyeruak di dadanya. Bahkan diam-diam dalam diri perempuan berpunuk muncul tekad untuk merebut sekaligus menyelamatkan sang pemuda walau apa yang terjadi.


“Dewi Siluman…!” kata perempuan berpunuk. “Harap turunkan pemuda itu dan serahkan padaku!”


Perempuan bercadar dan berjubah hitam terkesiap demi mengetahui perempuan di hadapannya tahu siapa dirinya. Untuk sesaat sepasang matanya memperhatikan lebih seksama ke bagian cadar berlobang-lobang kecil seolah berusaha menembus cadar orang itu dan mengetahui wajah di baliknya. “Jahanam siapa perempuan ini? Berpuluh tahun kucoba menyembunyikan diri, hanya beberapa orang yang tahu diriku. Adalah aneh jika orang yang baru kali ini kutemui telah mengenal siapa diriku….”


“Perempuan berpunuk!” kata perempuan bercadar dan berjubah hitam setelah beberapa lama terdiam. “Syukur kau telah mengenaliku hingga aku tak perlu memberi keterangan! Aku tanya padamu. Siapa kau adanya?! Kalau kawan kenapa tegak menghadang cari urusan, kalau lawan katakan apa hubunganmu dengan pemuda ini!”


“Aku tak bisa beri keterangan di sini! Yang pasti, aku memerlukan pemuda itu, dan harap kau segera turunkan dirinya!”


“Hem…. Perempuan ini sengaja mengerahkan tenaga dalam untuk menekan suaranya agar suara aslinya tak mudah dikenali orang. Jangan-jangan aku mengenalnya. Hem….”


Perempuan berjubah dan bercadar hitam yang dipanggil dengan Dewi Siluman tengadahkan kepala. Kejap kemudian terdengar suara tawanya.


“Melihat bentuk tubuh dan suaramu, pasti kau bukan perempuan muda lagi. Aku khawatir jangan-jangan kau golongan tua-tua bangka yang senang permainkan pemuda-pemuda. Hik…. Hik…. Hik…! Kusarankan nenek! Carilah pemuda lain saja. Aku tak bisa penuh permintaanmu!”


“Dewi Siluman! Kita bukan kawan bukan lawan. Harap urusan pemuda itu tak menjadikan awal sengketa antara kita!”


Ucapan perempuan berpunuk membuat Dewi Siluman kembali tertawa panjang.


“Ucapannya nadanya memaksa. Dan sepertinya kau mengkhawatirkan pemuda ini. Hem…. Berat dugaan kau adalah seorang nenek yang tergila-gila pada seorang pemuda. Kau menyukai pemuda ini?!”


Wajah di balik cadar berlobang-lobang kecil milik perempuan berpunuk sesaat berubah.


“Dewi Siluman! Harap jangan bicara terlalu jauh. Dan buang juga dugaan gilamu itu!’


“Hem…. Begitu? Jika itu maumu, lekas menyingkir dari hadapanku atau kau akan rasakan kecewa seumur-umur! Bukan hanya tak akan mendapatkan pemuda ini tapi nyawamu juga akan putus!”


“Dewi….”


Tutup mulutmu!” hardik Dewi Siluman memotong. “Menyingkir atau mampus!” Sambil menghardik Dewi Siluman angkat tangan kirinya.


Perempuan berpunuk tampak bimbang. Sesekali dia memandang ke arah Dewi Siluman lalu beralih pada Pendekar 131. Diam-diam perempuan ini membatin. “Apa hendak dikata. Meski aku belum bisa memastikan maksudnya, tapi pemuda itu harus kuselamatkan dari tangannya….”


Berpikir sampai ke sana, perempuan berpunuk pentangkan sepasang kakinya. Kedua tangannya bergerak menakup di depan dada. Sikap dan gerakannya menandakan dia siap menghadapi Dewi Siluman.


Tiba-tiba di depan sana Dewi Siluman turunkan tangan kirinya, membuat perempuan berpunuk bertanya-tanya. Sementara Dewi Siluman segera palingkan kepala ke jurusan lain. Sepasang matanya memandang jauh.


“Aku ingin tahu sampai di mana rasa khawatir perempuan berpunuk itu. Dari sana mungkin aku bisa menebak siapa adanya bangsat itu…,” desis Dewi Siluman, lalu didahului bentakan keras perempuan bercadar dan berjubah hitam ini melesat satu tombak ke udara. Di udara dia membuat gerakan berputar satu kali. Begitu berbalik dan melayang turun, kedua tangannya mendorong ke bawah ke arah perempuan berpunuk.


Saat itu juga kabut hitam keluarkan deruan dahsyat menyapu ke arah perempuan berpunuk.


“Kabut Neraka!” seru perempuan berpunuk mengenali pukulan yang dilepas Dewi Siluman. Dan seolah tahu kehebatan pukulan orang itu, begitu kabut hitam melesat menyapu, perempuan berpunuk segera berkelebat menyingkir ke samping. Hingga kabut hitam menderu sejarak empat jengkal di sampingnya.


Sesaat kemudian, dua batang pohon di depan sana berderak dan langsung tumbang dengan daun-daun hangus. Ranting-rantingnya bertabur ke udara menjadi serpihan kecil-kecil.


Dari tempatnya sekarang berdiri, perempuan berpunuk cepat angkat kedua tangannya. Lalu didorong ke depan saat Dewi Siluman mendarat di atas tanah. Tapi gerakan mendorong si perempuan berpunuk tertahan karena di depan sana mendadak Dewi Siluman tertawa panjang seraya melintangkan tubuh Pendekar 131 di depan tubuhnya, membuat perempuan berpunuk urungkan niat dan berteriak keras.


“Ternyata Dewi Siluman adalah tokoh pengecut! Membuat manusia untuk pelindung diri!”


Dewi Siluman perkeras suara tawanya. Namun dalam hati dia makin penasaran saat mengetahui perempuan berpunuk tahu pukulan yang baru dilepasnya.


“Keparat betul! Siapa sebenarnya perempuan ini? Dia rupanya tahu banyak tentang diriku…. Hem…. Tapi dia benar-benar mengkhawatirkan pemuda ini. Sepertinya pemuda ini begitu berharga baginya!” Dewi Siluman memandang sejenak pada paras dan tubuh Pendekar 131. “Heran. Pemuda ini dibuat rebutan banyak orang. Siapa sebenarnya dia?”


Seperti diketahui, saat terjadi bentrok antara Ratu Pemikat dengan Pendekar 131, dan ketika Iblis Ompong coba menghadang dengan semburan mulutnya lalu melesatnya pukulan dari arah rimbun semak belukar, tanpa berpikir panjang Dewi Siluman yang diam-diam berada di tempat terjadinya bentrokan segera berkelebat menyambar tubuh murid Pendeta Sinting yang saat itu melayang di udara. Dia tak banyak perhatikan ucapan orang, karena waktu itu perhatiannya tertuju pada Joko. Dia tak tahu, kenapa dia tiba-tiba begitu memperhatikan si pemuda. Namun yang jelas ada perasaan aneh di dadanya ketika pertama kali memandang.


Karena saat itu Dewi Siluman melintangkan tubuh Pendekar 131 di depan tubuhnya, saat itulah tiba-tiba sepasang matanya dari lobang cadar melihat sesuatu tersembul dari balik pakaian di bagian pinggang murid Pendeta Sinting. Dewi Siluman cepat geser tangan kanannya ke pinggang. Dan Sekali sentak sedikit, pakaian Pendekar 131 di bagian pinggang tersibak. Sepasang mata Dewi Siluman terbeliak besar saat dia melihat sebilah pedang pancarkan sinar kekuningan.


“Ternyata… Tampaknya bukan senjata sembarangan. Apakah karena senjata ini hingga beberapa orang menginginkan pemuda ini?!”


Dewi Siluman lorotkan sepasang kakinya. Kedua tangannya bergerak ke samping lalu disentakkan. Tubuh Pendekar 131 meluncur ke bawah dan perlahan sekali secara aneh sosok murid Pendeta Sinting duduk di atas tanah! Tapi masih tak bisa gerakan tubuh, malah sepasang matanya terpejam rapat.


Begitu tubuh Pendekar 131 terduduk di tanah, Dewi Siluman pentangkan sepasang tangannya yang ternyata telah memegang pedang. Dan tanpa pedulikan pandangan perempuan berpunuk yang berkilat-kilat, Dewi Siluman tarik pedang dari sarungnya.


Cahaya kekuningan silaukan mata segera menebar hamparkan hawa panas.


“Pedang Tumpul 131!” desis Dewi Siluman sesaat setelah mengawasi bentuk pedang. “Hem…. Jadi orang yang akhir-akhir ini disebut-sebut sebagai Pendekar Pedang Tumpul 131 pemuda ini adanya!” Dewi Siluman tersenyum di balik cadar. “Takdirku baik! Apa yang tak kuduga sekarang ada di tanganku. Dengan pedang ini perjalanan memburu penggalan peta itu akan lebih mudah….”


“Dewi Siluman! Jangan berniat buruk menguasai milik orang lain!” Mendadak perempuan berpunuk membentak lantang.


Dewi Siluman masukkan kepala pedang ke dalam sarungnya. Lalu simpan ke balik jubahnya. Sesaat kemudian dia tertawa mengekeh panjang. “Serahkan pedang itu padaku!” Dewi Siluman putuskan tawanya. Berpaling pada perempuan berpunuk dengan mendengus keras.


“Jahanam berpunuk! Jika kau inginkan pedang ini, kenapa banyak berkoar-koar? Selain ingin pemuda ini, rupanya kau juga inginkan pedang ini! Hem…. Nyatanya kau juga menyimpan keinginan kotor! Hik… hik… hik…!”


“Tak usah banyak mulut mengumbar fitnah! Berikan pedang itu atau….”


“Sekali pedang di tanganku tak akan kuberikan biar malaikat yang meminta!” tukas Dewi Siluman.


“Itu bukti bahwa kau nyata-nyata mencuri barang orang!” Perempuan berpunuk tertawa perlahan penuh ejekan.


Dewi Siluman terkesiap marah mendengar ejekan si perempuan berpunuk. Tiba-tiba dia gerakkan kepalanya menyentak ke samping.


Wuuutt!


Beeettt!


Rambut pirang milik Dewi Siluman berkelebat angker hamparkan gelombang angin kencang ke arah perempuan berpunuk.


Perempuan berpunuk tak mau bertindak ayal. Dia cepat berkelebat ke arah samping hindarkan diri lalu melesat ke depan dan lancarkan satu pukulan ke arah kepala Dewi Siluman. Dewi Siluman rundukkan kepala. Kaki kanannya bergerak.


Bukkk!


Perempuan berpunuk tersurut dua langkah ke belakang saat tendangan kaki Dewi Siluman menghantam tangannya. Namun perempuan itu tak pedulikan rasa ngilu pada tangannya yang baru bentrok dengan kaki Dewi Siluman. Sebaliknya dia cepat kerahkan tenaga dalam, lalu sekonyong-konyong dia menghantam ke depan. Bukan hanya sampai di situ, kejap lain perempuan berpunuk bantingkan sepasang kakinya ke atas tanah. Kejap itu juga dari sepasang mata di balik cadar berlobang kecil-kecil melesat dua cahaya merah.


Dewi Siluman terlihat melengak. Bukan karena ganasnya pukulan yang kini melabrak ke arahnya melainkan karena dia sepertinya mengenali pukulan itu.


“Jahanam! Jangan-jangan…. Ah, tapi aku belum bisa memastikan. Mungkin dia, tapi tak mustahil orang lain. Aku harus tahu jahanam ini! Kalau benar-benar dia…,” Dewi Siluman tak bisa berpikir lebih panjang lagi karena harus segera selamatkan diri dari pukulan lawan. Perempuan berjubah dan bercadar hitam ini cepat melesat ke samping kanan, membuat gerakan jungkir balik dua kali lalu serta-merta hantamkan kedua tangannya sekaligus!


Bummm! Bummm! Tempat itu bergetar hebat. Tanahnya bertabur ke udara. Perempuan berpunuk rasakan tubuhnya laksana dilanggar gelombang besar hingga saat itu juga tubuhnya mencelat mental sampai dua tombak ke belakang. Dari balik cadarnya tampak meleleh darah kehitaman pertanda dia terluka dalam. Tubuh perempuan ini terlihat bergetar keras. Napasnya megap-megap. Dan setelah sesaat terhuyung-huyung beberapa kali, perempuan berpunuk ini meliuk roboh terkapar di atas tanah.


Di seberang, Dewi Siluman saling usapkan sepasang tangannya. Memandang tajam pada perempuan berpunuk lalu melangkah mendekat.


“Ilmu masih sejengkal sudah berani bermulut besar! Hem…. Akan kutelanjangi jahanam itu….”


“Celaka!” keluh perempuan berpunuk lalu cepat-cepat kerahkan tenaga dalam dan bergerak bangkit. Namun belum sampai tubuhnya benar-benar tegak, Dewi Siluman telah melesat. Tangan kiri-kanannya bergerak kirimkan hantaman ke arah dada dan perut.


Bukkk! Bukkk!


Perempuan berpunuk berseru keras. Untuk kedua kalinya tubuhnya terlempar dan jatuh berkaparan di atas tanah. Darah lebih banyak keluar dari balik cadarnya.


Namun perempuan berpunuk sepertinya punya tenaga luar biasa. Setelah mengerjap dan tahu Dewi Siluman teruskan langkah ke arahnya, dia coba kerahkan sisa-sisa tenaganya. Perlahan-lahan pula dia bergerak bangkit. Seraya terhuyung-huyung dia sentakan kedua kakinya ke tanah.


Dua cahaya merah kembali melesat keluar dari sepasang mata di balik cadarnya. Namun karena tenaga yang dikerahkan tidak utuh lagi, daya lesat cahaya itu sangat lamban. Hingga dengan sekali sentakan tangan, Dewi Siluman bisa membuat cahaya merah bertabur ambyar ke udara. Dan bersamaan dengan itu, tubuh perempuan berpunuk terjengkang roboh.


Kali ini Dewi Siluman tak mau buang waktu. Bersamaan dengan robohnya sosok perempuan berpunuk dia berkelebat ke depan. Kedua tangan kiri-kanannya cepat bergerak menjulur ke bawah.


Brettt! Breettt!


Pakaian perempuan berpunuk besar robek di bagian dada dan pinggang hingga tampaklah kulit putih mulus dan dada kencang membusung di baliknya. Dewi Siluman menyeringai. Lalu ayunkan tangan kanan ke arah muka hendak menanggalkan cadar penutup si perempuan berpunuk. Tapi sejengkal lagi cadar penutup itu tersibak, mendadak ada suara mengekeh panjang membahana di seantero tempat itu. “Sudah demikian gilakah dunia ini? Perempuan bukannya tertarik pada pemuda


tapi tergila-gila pada sesama? Mungkinkah mata ini yang salah lihat atau mereka yang salah tempat?”


Dewi Siluman tersentak. Tangannya cepat ditarik pulang. Lalu berpaling ke arah datangnya suara.

Reytinglar va sharhlar

3,7
3 ta sharh

Bu e-kitobni baholang

Fikringizni bildiring.

Qayerda o‘qiladi

Smartfonlar va planshetlar
Android va iPad/iPhone uchun mo‘ljallangan Google Play Kitoblar ilovasini o‘rnating. U hisobingiz bilan avtomatik tazrda sinxronlanadi va hatto oflayn rejimda ham kitob o‘qish imkonini beradi.
Noutbuklar va kompyuterlar
Google Play orqali sotib olingan audiokitoblarni brauzer yordamida tinglash mumkin.
Kitob o‘qish uchun mo‘ljallangan qurilmalar
Kitoblarni Kobo e-riderlar kabi e-siyoh qurilmalarida oʻqish uchun faylni yuklab olish va qurilmaga koʻchirish kerak. Fayllarni e-riderlarga koʻchirish haqida batafsil axborotni Yordam markazidan olishingiz mumkin.