Ketika pasukan Sekutu pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945, rakyat sedang bergelora semangat kebangsaannya. Meski pemerintah pusat RI di Jakarta dan pemerintah daerah Surabaya sudah berusaha secara maksimal dalam mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, 3 hari kemudian tetap pecah pertempuran sengit antara rakyat Surabaya dan tentara Sekutu. Pasukan Inggris nyaris hancur jika tidak diselamatkan oleh gencatan senjata. Peristiwa ini mengejutkan Mallaby, yang karier militernya dinilai cemerlang (menjadi Brigjend dalam usia 42 tahun), sehingga seorang penulis sejarah bernama J.G.A. Perrot dalam makalahnya berjudul "Who Kill Brigadier Mallaby?", menyalahkan jenderal tersebut atas kekacauan yang terjadi dan situasi yang membuatnya terbunuh.
Kematian Mallaby membuat pasukan Inggris murka. Pertempuran paling sengit dalam sejarah Surabaya pun pecah, bahkan mungkin di Indonesia. Penulis sejarah Inggris, Letkol Doulton menyebutkan perlawanan rakyat Surabaya di medan tempur beringas seperti orang gila. Yang mungkin tidak diketahui, ternyata banyak penduduk luar kota yang justru berbondong-bondong ke Surabaya membantu bertempur. Api semangat perlawanan menjalar ke berbagai daerah di Indonesia. Pengaruhnya tidak hanya di Jawa, tetapi di Aceh, Makassar, dan Bali.
Di balik kisah-kisah heroik tersebut, buku ini jujur menceritakan kisah kelam revolusi dan intrik-intrik di tubuh TKR. Salah satu contohnya adalah peristiwa penculikan R. Mohamad, Panglima Komandemen TKR Jawa Timur oleh Mayor Sabaruddin yang merupakan bawahannya sendiri. Bagaimana kejadian sesungguhnya? Silakan membaca sendiri buku ini. Semoga banyak hikmah yang bisa dipetik!
Drs. Moehkardi adalah pensiunan Dosen Sejarah di Akademi Angkatan Bersenjata RI (AKABRI) Magelang (1969−1986). Ia dilahirkan di Kendal 11 April 1930. Ia memperoleh gelar S-1 di Universitas Kristen Satyawacana Salatiga pada 1968. Pengalaman menulis diperolehnya di majalah Intisari dan harian Kompas serta media massa lainnya sejak 1970. Dalam Lomba Mengarang “Sejarah Perjuangan” pada 1975, karangannya yang berjudul Pertempuran Lima Hari di Semarang, Oktober 1945, memenangkan Juara Pertama Tingkat Nasional dan memperoleh piala serta piagam penghargaan dari Presiden Soeharto.
Karya tulisnya yang berupa buku adalah:
Sejarah AKABRI (1971);
Akademi Militer Yogya dalam Perjuangan Pisik 1945-1949 (1977);
Pendidikan Perwira TNI-AD di Masa Revolusi (1979);
Pendidikan Pembentukan Perwira TNI-AD 1950–1956 (1981);
Mohamad Said Reksohadiprodjo Hasil Karya dan Pengabdiannya (1982);
Magelang Berjuang (1983);
Pelajar Pejuang TGP 1945–1950 (1983);
Sekolah Kadet Surabaya di Mojoagung (1988);
R,Mohamad dalam Revolusi 1945 Surabaya Sebuah Biografi (1993);
Mengulang Jejak Sepanjang Tiga Jaman, Sebuah Otobiografi (tidak terbit);
Ex Tentara Genie Pelajar Pasca Perang Kemerdekaan (tidak terbit);
Bunga Rampai Sejarah Indonesia dari Borobudur hingga Revolusi 1945 (2008);
Sendratari Ranayana Prambanan, Segi Seni dan Sejarahnya (2010);
Revolusi Nasional 1945 di Semarang (2012);
Revolusi Nasional 1945 di Surabaya (belum terbit).
Saat penulis menerima Piala Juara I Tingkat Nasional Lomba Mengarang Sejarah Perjuangan, November 1975, dari Presiden Soeharto