Buku ini ingin membedah asumsiasumsi teoretis bahwa keserentakan pemilu dapat memperkuat sistem presidensial di satu sisi, dan menyederhanakan partai politik di sisi lain. Selain itu, pemilu serentak juga diharapkan membawa dampak yang lebih maju bagi pemilih karena keserentakan pemilu akan mendorong pemilih yang cerdas secara politik. Analisa terhadap teori, sistem dan praktik pemilu, baik pada pemilu presiden/wakil presiden maupun pemilu legislatif (DPR, DPRD dan DPD) menunjukkan sejumlah distorsi dan problematik dari sisi sistem dan bekerjanya sistem pada semua sistem pemilu, baik pada sistem pemilu presiden maupun sistem pemilu legislatif. Selain itu, buku ini juga mencoba membandingkan hasil pemilu serentak dengan pemilu terpisah (Pemilu 2014) dengan tujuan agar para pembuat kebijakan kepemiluan di Indonesia tidak terjebak pada simplifikasi asumsi, dan menjadikan praktik Pemilu 2019 sebagai pembelajaran (benchmarking) bersama dalam menyusun desain keserentakan pemilu di masa akan datang. Tujuannya untuk menghindari distorsi dari keserentakan pemilu yang didesain secara asal-asalan sehingga dalam praktiknya justru akan menimbulkan problematik dan tidak bisa mencapai harapan yang diinginkan.