Dayang Tiga Purnama

· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 Bok 39 · Pantera Publishing
5,0
1 recension
E-bok
120
Sidor
Betyg och recensioner verifieras inte  Läs mer

Om den här e-boken

PENDEKAR 131 hentikan langkah. Memandang si gadis dari ujung rambut hingga ujung kaki. Namun sejauh ini murid Pendeta Sinting masih kancingkan mulut.


Dayang Tiga Purnama sendiri sedikit merasa jengah dipandangi orang begitu rupa hingga dia cepat alihkan pandangan. Dalam hati dia berkata. “Apakah aku layak bertanya padanya?! Dia seperti orang asing. Mungkinkah dia tahu tentang Paduka Seribu Masalah?! Ah….”


“Mau utarakan sesuatu?!” Akhirnya Joko buka suara.


Dayang Tiga Purnama menoleh. Mulutnya sudah bergerak membuka. Namun entah mengapa, mendadak gadis cantik ini cepat-cepat katupkan kembali mulutnya seraya gelengkan kepala. Saat lain dia putar diri hendak melangkah.


“Dari sikapnya, jelas dia ingin mengutarakan sesuatu. Tapi jelas pula dia merasa bimbang….” Joko membatin. Lalu berkata.


“Aku tahu. Kau bimbang hendak ucapkan sesuatu. Harap tidak berprasangka buruk. Kita memang baru bertemu. Tapi tak ada salahnya kalau kau ingin mengutarakan sesuatu padaku. Siapa tahu kita bisa saling membantu…!”


Dayang Tiga Purnama urungkan niat langkahkan kaki. Lalu perlahan-lahan putar diri lagi menghadap murid Pendeta Sinting. Tapi lagi-lagi gadis cantik ini batalkan niat untuk berucap meski mulutnya telah bergerak membuka.


Pendekar 131 tersenyum. “Dayang Tiga Purnama….” Hanya sampai di situ Joko berucap. Karena si gadis telah perdengarkan suara.


“Tidak keberatan mengatakan siapa kau sebenarnya?!”


“Hem…. Ucapanmu membuktikan kalau kau masih menaruh sak wasangka padaku…. Tapi tak apa…. Seperti kukatakan tadi. Aku Joko Sableng!”


“Bukan itu maksud pertanyaanku….”


Murid Pendeta Sinting maklum akan maksud Dayang Tiga Purnama. Seraya anggukkan kepala dia berkata.


“Aku memang bukan orang negeri ini. Aku berasal dari negeri jauh di seberang laut!”


“Datang jauh-jauh dari negeri seberang laut. Pasti kau punya tujuan sangat penting hingga sampai di negeri ini….”


Pendekar 131 gelengkan kepala. “Ceritanya sangat panjang. Yang jelas kalaupun aku sampai menginjakkan kaki di negeri ini, itu semua bukan kusengaja. Mungkin hanya takdir yang membawaku…. Tapi aku tidak kecewa dengan suratan yang harus kujalani. Karena aku selalu bertemu dengan gadis-gadis cantik sepertimu….”


Wajah Dayang Tiga Purnama bersemu merah. Namun kali ini gadis cantik berbaju ungu itu tidak berusaha palingkan wajah. Sebaliknya memandang tajam pada bola mata murid Pendeta Sinting. Hingga untuk beberapa lama kedua orang ini saling berpandangan.


“Aku tadi mendengar kau sebutkan nama seorang gadis…. Kau tengah dalam perjalanan mencarinya?!” tanya Dayang Tiga Purnama dengan suara sedikit direndahkan.


Joko menjawab dengan gelengkan kepala seraya berucap. “Di negeri ini, aku sempat bertemu dengan beberapa orang gadis. Di antaranya adalah gadis bernama Bidadari Delapan Samudera. Kalau aku tadi menyebutnya, semata-mata karena aku melihat kemiripan antara kau dengan Bidadari Delapan Samudera…. Kau mengenalnya?!”


Dayang Tiga Purnama tersenyum dengan menggeleng. Lalu berujar.


“Kau tadi juga sebut-sebut orang berjuluk Paduka Seribu Masalah…. Kau mengenalnya?!”


Joko terdiam beberapa lama. Tanpa sadar matanya bergerak memandang ke arah orang yang masih duduk rangkapkan kaki di sebelah bongkahan batu. “Aku belum bisa memastikan apakah dia manusianya yang bernama Paduka Seribu Masalah meski dari sikap dan ucapannya aku menduga dia adalah Paduka Seribu Masalah!” Joko alihkan pandangan pada Dayang Tiga Purnama. “Dari ucapan pertanyaannya, jangan-jangan


gadis ini tengah mencari Paduka Seribu Masalah…. Hem…. Bagaimana aku harus menjawab?!”


Selagi murid Pendeta Sinting membatin begitu, Dayang Tiga Purnama ulangi pertanyaan. “Kau mengenal Paduka Seribu Masalah?!”


“Dia adalah sahabatku….”


Dayang Tiga Purnama terkejut. “Dia baru saja mengaku sebagai orang dari negeri seberang laut. Bagaimana mungkin dia juga mengaku sebagai sahabat Paduka Seribu Masalah?! Bukankah Paduka Seribu Masalah adalah tokoh negeri ini?!”


“Boleh aku bertanya. Sejak kapan kau berada di tanah Tibet?!” tanya Dayang Tiga Purnama.


“Memang belum lama. Tapi mungkin nasib baik yang membawaku bisa bersahabat dengan beberapa orang di negeri ini! Sebagai orang negeri ini, tentu kau juga mengenal Paduka Seribu Masalah. Benar…?!” Joko balik bertanya untuk meyakinkan dugaan apakah orang yang tengah duduk rangkapkan kaki di sebelah bongkahan batu adalah Paduka Seribu Masalah.


Dayang Tiga Purnama tidak segera buka mulut. Joko jadi bertanya-tanya dalam hati. “Hem…. Gadis ini sepertinya tidak mengenali orang yang duduk rangkapkan kaki itu. Jangan-jangan orang itu bukan Paduka Seribu Masalah… Kalau dia Paduka Seribu Masalah, tentu gadis ini mengenalinya sejak pertama melihat. Tapi mengapa Datuk Kala Sutera menduga orang itu adalah Paduka Seribu Masalah?! Mana di antara keduanya yang benar…?!”


“Aku memang orang negeri ini…” Akhirnya Dayang Tiga Purnama berkata setelah agak lama terdiam. “Tapi nyatanya kau lebih beruntung…”


“Maksudmu…?!” tanya murid Pendeta Sinting.


“Kau belum lama berada di negeri ini. Tapi kau telah bersahabat dengan Paduka Seribu Masalah! Sementara aku melihat pun belum pernah!”


“Hem…. Sepertinya kau punya urusan dengan Paduka Seribu Masalah!” Joko langsung menebak setelah menyimak ucapan-ucapan Dayang Tiga Purnama.


“Sebenarnya aku tidak punya urusan apa-apa dengan Paduka Seribu Masalah. Bagaimana aku bisa punya urusan kalau bertemu pun belum pernah?!”


“Belum pernah bertemu bukan satu jaminan kalau orang itu tidak punya urusan…”


“Hem… Ucapannya benar juga… Apakah aku harus bertanya padanya?! Apakah ucapannya bisa dipercaya?!” Dayang Tiga Purnama dilanda kebimbangan. Lalu bertanya.


“Benar kau adalah sahabat Paduka Seribu Masalah?!”


“Aku tidak mau membuka urusan dengan orang dengan mengaku-aku dan berkata dusta!” kata Joko setelah yakin kalau orang yang duduk rangkapkan kaki di sebelah bongkahan batu adalah Paduka Seribu Masalah.


“Mau mengatakan padaku di mana aku bisa bertemu dengannya?!”


“Walau kau belum pernah bertemu, mungkin kau sudah pernah dengar. Mencari Paduka Seribu Masalah adalah urusan gampang-gampang sulit! Tidak dicari mendadak saja nongol, tapi kalau tengah dicari dia seolah lenyap ditelan bumi!” Joko hentikan ucapannya sejenak. Lalu menyambung.


“Kalau kau percaya padaku, katakan saja apa urusanmu dengan Paduka Seribu Masalah! Kalau nanti aku bertemu dengannya, aku bisa mengutarakan!”


Dayang Tiga Purnama menghela napas. Lalu tengadahkan sedikit kepalanya. Jelas wajahnya membayangkan perasaan gelisah dan galau.


“Aku bukan tak percaya padamu…,” akhirnya Dayang Tiga Purnama berucap. “Tapi aku tidak bisa mengutarakan maksud selain pada Paduka Seribu Masalah!”


“Itu sama saja kau belum percaya padaku! Tapi terserah padamu…. Aku hanya menawarkan…!”


“Terima kasih…. Mungkin aku masih butuh waktu! Kalau kelak aku gagal, tidak mustahil aku terpaksa akan mengutarakan maksudku padamu…. Sekarang kau hendak ke mana?!” Dayang Tiga Purnama alihkan pembicaraan.


“Benar ini tempat yang harus dilewati kalau ingin sampai Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai?!”


“Kalau kau ingin ke lembah itu, kau telah melewati jalan yang benar!”


“Terima kasih…. Aku harus segera pergi!” kata Joko seraya arahkan pandangan pada orang yang duduk rangkapkan kaki. Lalu berseru.


“Sahabatku…. Bagaimana sekarang?! Kau akan terus bersamaku atau tetap berada di sini?!”


“Kau jangan menakut-nakuti aku dengan ucapan seperti itu! Di antara kita sudah terjadi sepakat! Kau pasti takut pergi tanpa aku, begitu juga sebaliknya! Aku tidak akan berani tanpa bersamamu!”


Mendengar ucapan orang, Joko cepat putar diri. Namun sebelum melangkah dia masih buka suara lagi.


“Dayang Tiga Purnama…. Kau benar-benar tidak mau mengutarakan urusanmu dengan Paduka Seribu Masalah?!”


Yang ditanya berpaling pada orang yang duduk rangkapkan kaki. “Ah…. Sebaiknya aku utarakan saja. Sepertinya dia pemuda baik-baik…. Tapi aku tidak ingin orang yang duduk itu mendengarnya pula meski dia adalah sahabat pemuda itu!”


Karena tidak ada jawaban, murid Pendeta Sinting berpaling. Saat yang sama Dayang Tiga Purnama alihkan pandangan matanya dari orang yang duduk rangkapkan kaki. Lalu melangkah mendekati Joko dan berkata pelan.


“Aku akan mengatakannya padamu. Tapi…” Si gadis tidak lanjutkan ucapan. Tapi melirik pada orang yang duduk rangkapkan kaki.


Murid Pendeta Sinting tampaknya dapat membaca gelagat. “Kau tak ingin ada orang lain yang mendengarnya?!”


Dayang Tiga Purnama anggukkan kepala sambil berkata setengah berbisik. “Bukan aku tak percaya dengan sahabatmu itu. Tapi rasanya tak enak kalau urusanku diketahui banyak orang! Kuharap kau mengerti…”


Habis berkata begitu, Dayang Tiga Purnama melangkah. Joko tersenyum. Tanpa pikir panjang lagi dia segera mengikuti di belakang si gadis.


Di tempat yang agak jauh dari orang yang duduk rangkapkan kaki, Dayang Tiga Purnama berhenti. Lalu berucap begitu Joko berhenti tidak jauh di belakangnya.


“Sebelum kukatakan, aku minta padamu. Harap apa yang kukatakan nanti tidak kau bicarakan pada siapa saja selain dengan Paduka Seribu Masalah!”


“Aku akan pegang janji! Sekarang katakanlah….”


“Selama ini aku hidup bersama seorang Eyang. Pada mulanya memang seperti tidak ada hal yang perlu diselesaikan. Namun begitu aku agak besar, mulai timbul pertanyaan… Karena selama itu aku belum pernah mengenal siapa orangtuaku. Aku mulai sering menanyakan perihal kedua orangtuaku pada Eyang. Namun jawaban yang kuperoleh selama ini tidak membuatku puas. Sepertinya Eyang menyembunyikan sesuatu padaku…” Dayang Tiga Purnama hentikan keterangannya. Wajahnya berubah sedikit murung. Sementara murid Pendeta Sinting menyimak keterangan si gadis dengan seksama tanpa buka mulut.


“Gelagat Eyang membuatku penasaran. Hingga tak henti-hentinya aku terus bertanya padanya. Tapi jawaban yang kuterima masih saja belum membuatku puas. Dan sikap Eyang membuatku makin yakin kalau Eyang menyembunyikan sesuatu. Hingga pada akhirnya aku memaksa Eyang untuk mengatakan apa sebenarnya yang disembunyikan padaku….”


“Dia mau mengatakannya?!” Joko bertanya.


Dayang Tiga Purnama geleng kepala. “Dia tetap tidak mau mengatakannya! Hingga aku mengancam akan pergi meninggalkan dia kalau dia tetap tidak mau membuka diri!”


“Lalu…?!”


“Akhirnya Eyang memberi penjelasan. Bahwa satu-satunya orang yang bisa memberi keterangan adalah Paduka Seribu Masalah! Tapi jawaban itu belum membuatku tenang. Aku bertanya mengapa harus Paduka Seribu Masalah yang memberi keterangan! Eyang tidak mau menjelaskan. Dia hanya berpesan, kalau aku ingin tahu, aku harus mencari Paduka Seribu Masalah!”


Untuk kedua kalinya Dayang Tiga Purnama hentikan ucapannya. Setelah menghela napas dan arahkan pandangan pada orang yang duduk rangkapkan kaki di seberang sana, gadis ini buka mulut lagi.


“Aku bertanya pada Eyang di mana bisa kutemui Paduka Seribu Masalah. Jawaban yang kuterima hampir mirip dengan ucapanmu tadi. Mencari Paduka Seribu Masalah adalah urusan gampang-gampang susah!


Dia tidak bisa ditentukan di mana beradanya. Lebih dari Itu aku tidak memperoleh keterangan bagaimana manusia yang bernama Paduka Seribu Masalah!”


“Hem…. Lalu mengapa kau berada di tempat ini?!”


“Daerah ini adalah tempat tinggalku. Di sebelah sana ada sebuah goa agak besar. Di sanalah selama ini aku hidup bersama Eyang….” Dayang Tiga Purnama arahkan telunjuknya pada satu jurusan.


“Joko…. Seandainya kau nanti bertemu dengan Paduka Seribu Masalah, kuharap kau mau membantuku. Kau telah tahu di mana tempat tinggalku….”


“Kau yakin Paduka Seribu Masalah dapat membuka rahasia hidupmu?!”


“Pada mulanya aku memang heran dengan keterangan Eyang. Tapi setelah aku mencari keterangan, aku mendapatkan kabar, jika manusia yang bergelar Paduka Seribu Masalah adalah seorang yang memiliki kepandaian aneh. Dia tahu seribu masalah orang meski orang yang belum pernah dikenalnya! Tapi aku mendapatkan kesulitan untuk mencarinya meski aku telah berusaha!”


Pendekar 131 menghela napas panjang seakan ikut merasakan kesenduan Dayang Tiga Purnama. Lalu berkata pelan.


“Masih ada yang hendak kau sampaikan?!”


Dayang Tiga Purnama geleng kepala. “Aku hanya meminta kau tidak mengatakan apa yang baru kuutarakan pada orang lain selain Paduka Seribu Masalah…”


Pendekar 131 anggukkan kepala. Lalu arahkan pandang matanya pada orang yang duduk rangkapkan kedua kaki.


“Dayang Tiga Purnama… Aku harus segera teruskan perjalanan. Kalau boleh tahu, apakah aku masih memerlukan sampan untuk melintasi enam sungai berikutnya?!”


“Kau tidak perlu lagi sampan itu. Kau memang akan melintasi enam sungai lagi sebelum mencapai lembah. Tapi sungai itu bisa dilewati dengan melompat-lompat. Karena hanya aliran sungai kecil dan banyak batu-batu yang dapat kita buat loncatan hingga sampai ke tepian….”


“Terima kasih…. Sekarang aku harus pergi. Mudah-mudahan aku segera memperoleh keterangan yang kau perlukan….”


Habis berkata begitu, Joko melangkah kembali ke arah orang yang duduk rangkapkan kaki. Namun baru mendapat enam langkah dia ingat sesuatu. Seraya palingkan wajah, Joko bertanya.


“Siapa nama eyangmu…?!”


“Kita nanti mungkin masih bertemu lagi. Kelak aku akan memberitahukan padamu! Selamat jalan….”


Joko tersenyum, lalu berpaling lagi pada orang yang duduk rangkapkan kaki. Namun baru saja kepalanya bergerak, sosok yang duduk rangkapkan kaki telah membuat gerakan. Sosoknya melesat dengan tetap dalam posisi duduk dan saat lain sudah berada jauh di sana!


“Hai! Tunggu…!” Joko berteriak, lalu berlari menyusul.


Dayang Tiga Purnama pandangi sosok murid Pendeta Sinting. Saat itulah mendadak dia sadar. “Ah… Mengapa aku cepat percaya pada pemuda itu…?! Padahal aku belum kenal betul siapa dia… Tapi… Mudah-mudahan saja semua keterangannya benar….”


Dayang Tiga Purnama terus memperhatikan hingga sosok murid Pendeta Sinting dan orang yang tadi duduk rangkapkan kaki lenyap di ujung sana. Lalu putar diri melangkah. Aneh, di pelupuk matanya terus terbayang paras Pendekar 131 Joko Sableng!

Betyg och recensioner

5,0
1 recension

Betygsätt e-boken

Berätta vad du tycker.

Läsinformation

Smartphones och surfplattor
Installera appen Google Play Böcker för Android och iPad/iPhone. Appen synkroniseras automatiskt med ditt konto så att du kan läsa online eller offline var du än befinner dig.
Laptops och stationära datorer
Du kan lyssna på ljudböcker som du har köpt på Google Play via webbläsaren på datorn.
Läsplattor och andra enheter
Om du vill läsa boken på enheter med e-bläck, till exempel Kobo-läsplattor, måste du ladda ned en fil och överföra den till enheten. Följ anvisningarna i hjälpcentret om du vill överföra filerna till en kompatibel läsplatta.