Cerita “The Founding Father” berlangsung di sebuah kota bernama Palapa Barat, Kota Palapa. Kota Palapa pada awalnya hanyalah wilayah sebesar Jakarta di Jawa Barat yang tidak berkembang. Baru saat Presiden Soeharto membangun pelabuhan peti kemas di area Palapa Barat pada tahun 1992, Kota Palapa, khususnya area Palapa Barat mulai hidup, mulai banyak pendatang-pendatang dari daerah lain yang merantau ke kota tersebut untuk bekerja menjadi kuli pembangunan pelabuhan atau membuka bisnis kecil-kecilan.
Makin lama, Palapa Barat semakin ramai, dan ramainya wilayah tersebut mengundang pebisnis-pebisnis dari Jakarta untuk berinvestasi, termasuk Tiga Sekawan: Anca Tejakusuma, Hilman Dramaga dan Imam Hartono, yang mendirikan diskotek bernama DOOM di pusat keramaian Palapa Barat.
Seperti kebanyakan diskotik era 90’an, DOOM yang selalu dipenuhi pengunjung dijadikan tempat berkumpulnya preman-preman. Melihat itu, Anca Tejakusuma memiliki inisiatif daripada preman-preman yang nongkrong itu dijadikan musuh, lebih baik dipekerjakan saja. Atas gagasan tersebut, Tiga Sekawan mulai membangun bisnis baru, yaitu bisnis peminjaman uang (rentenir), penyedia kemanan dan perusahaan distributor minuman keras. Ternyata langkah itu berhasil, Tiga Sekawan semakin jaya di Palapa Barat, bahkan masing-masing dari mereka mulai punya kekuatan untuk mendirikan bisnis sendiri-sendiri.
Sayangnya, Tiga Sekawan kerap melakukan cara-cara kotor untuk melengserkan pesaing-pesaing mereka dalam berbisnis. Seperti menebar ancaman, melakukan penculikan, bahkan sampai pembunuhan. Belum lagi, di “bawah tanah”, Tiga Sekawan mulai menjalankan bisnis-bisnis ilegal seperti judi dan prostitusi. Sebagian dari masyarakat yang risih dengan aktivistas bisnis Tiga Sekawan, mulai mencap mereka sebagai mafia.
Saat bisnis Tiga Sekawan semakin sukses, untuk menghindari perselisihan, mereka membagi wilayah kekuasaan untuk masing-masing orang. Area pesisir Palapa Barat dikuasai Anca Tejakusuma; area pusat Palapa Barat dikuasai Hilman Dramaga; Imam Hartono menguasai area perbukitan. Masing-masing dari mereka tidak boleh mengganggu wilayah kekuasaan yang lain, termasuk membuka bisnis apa pun di daerah yang bukan mereka kuasai—di masa depan, masing-masing dari mereka akan dikenal dengan nama Keluarga Tejakusuma, Keluarga Dramaga dan Keluarga Hartono.
Pembagian wilayah kekuasaan membuat masing-masing dari Tiga Sekawan semakin sukses. Bisnis semakin besar, semakin banyak orang yang bisa mereka pekerjakan; sesuatu yang menguntungkan masyarakat. Bukan hanya masyarakat “normal” yang dapat kesempatan, residivis dan preman-preman yang sulit dapat pekerjaan karena citra mereka yang jelek dan pendidikan mereka juga kurang tinggi, bahkan banyak yang tidak pernah sekolah, juga mendapatkan kesempatan bekerja.
Selain memberikan keuntungan kepada masyarakat untuk memperbaiki ekonomi, majunya Palapa Barat juga mengundang banyak perantau untuk datang. Seberjalannya waktu, Kota Palapa, khususnya Palapa Barat, semakin maju. Atas jasa-jasa Tiga Sekawan, media di Palapa menjuliki mereka Keluarga Berpengaruh. Sedangkan masyarakat dan para akedemisi menjuluki mereka, The Founding Father.