Terasa ada magnet yang menarik saya untuk terus larut dalam kisah-kisah yang menyengat, menyerigai, dan menyentuh perasaan terdalam ketika membaca puisi-puisi Yoseph Yapi Taum dalam Ballada Orang-Orang Arfak. Yapi mampu melukisakan dengan baik orang-orang terpinggirkan dan dicecerkan dari belantara peradaban yang diagungkan. Sang penyair juga dengan cerdas mampu membumikan kehancuran lingkungan di tanah air tercinta melalui puisi-puisinya yang kritis. Simak bait terakhir dalam puisi "Banda Naira": //Di altar yang paling wingit//Di musim yang paling barat//Tengadah Banda Naira pada langit//"Mengapa berkat menjadi laknat//Mengapa cantik menjadi kutuk?// (Mohd. Harun al Rasyid –Penyair dan Dosen Sastra Universitas Syiah Kuala –Aceh).
Puisi-puisi yang terdapat dalam buku ini —tak dapat tidak— memang layak digolongkan sebagai puisi ballada karena mengangkat kisah-kisah penuh kepedihan. Melalui alur dan berbagai piranti sastra yang tampak dikuasai oleh penyair, puisi-puisi yang dihadirkan mampu menyentuh batin pembaca. Misalnya saja, pada puisi "Balada Bintang Kejora", dengan repetisi kalimat pada awal setiap bait / Siapakah yang melaut itu, lbu? / perasaan pembaca lebih tercekat dan terharu, sebab repetisi tersebut seolah menekankan telah terjadi peristiwa buruk yang patut disayangkan. Piranti sastra yang dipakai Yoseph Yapi Taum tak terbatas pada majas bahasa, tetapi juga simbolisme, deskripsi alam, diksi-diksi yang kuat yang membangkitkan berbagai citraan dalam imajinasi pembaca, unsur metafisis, dan lain-lain. Pendek kata, puisi-puisi yang tercakup dalam buku ini adalah puisi-puisi yang matang, baik dari segi isi maupun cara penyajiannya. Karena itulah, dunia sastra — khususnya puisi — sudah semestinya menyambut baik kehadiran buku ini sebagai 'harta berharga' dalam khazanah sastra Indonesia. Selamat untuk penyair Yoseph Yapi Taum! (Dhenok Kristianti, Penyair, Guru Bahasa dan Sastra Indonesia)
Yoseph Yapi Taum lahir di Ataili, Lembata, NTT, 16 Desember 1964. Menyelesaikan pendidikan SD (1976) dan SMP (1980) di Lewoleba, kemudian melanjutkan ke SMA Seminari San Dominggo, Hokeng, yang diselesaikan tahun 1984. Pernah mengikuti pendidikan pada Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan Yogyakarta (1984-1985) dari biara Oblat Maria Imaculata (OMI).
Pada tanggal 20 Januari 1990 menyelesaikan pendidikan sarjana di IKIP Sanata Dharma dengan skripsi berjudul Menyimak Dunia ‘Godlob’ Danarto: Sebuah Tinjauan Semiotik. Tanggal 20 Januari 1995 mencapai derajat Magister Humaniora di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dengan tesis berjudul Tradisi dan Transformasi Cerita “Wato Wele-Lia Nurat dalam Sastra Lisan Flores Timur. Pada 28 Januari 2013 mencapai derajat Doktor di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan disertasi berjudul Representasi Tragedi 1965: Kajian New Historicism atas Teks-teks Sastra dan Nonsastra Tahun 1966-1998.
Pernah bekerja sebagai dosen bahasa dan sastra Indonesia pada FKIP Universitas Timor Timur, Dili (1990-1999). Saat ini menjadi dosen tetap pada Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma (2000 – sekarang) dengan jabatan akademik Lektor Kepala. Pada tahun 2003-2004, meraih beasiswa ASIA Fellows Awards dari Asian Scholarship Foundation, Bangkok untuk melakukan penelitian di Kamboja dengan judul Collective Cambodian Memories of Pol Pot Khmer Rouge Regime. Tahun 2008 memperoleh beasiswa Asian Graduate Student Fellow dari Asia Research Institute (ARI) National University of Singapore untuk studi berjudul Representation of 1965 Tragedy in Indonesian Collective Memory. Tahun 2010 menerima beasiswa Program Sandwich dari Dikti untuk magang program doktor di Australian National University (ANU), Canberra, dibawah bimbingan Prof. Dr. Robert Cribb. Tahun 2017 terpilih sebagai Juara I Dosen Berprestasi Nasional Bidang Humaniora Kemristekdikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
Bukunya yang sudah terbit adalah: Kisah Wato Wele-Lia Nurat dalam Tradisi Puisi Lisan Flores Timur. Jakarta: Obor Indonesia dan Asosiasi Tradisi Lisan (1997), Pengantar Teori Sastra: Strukturalisme, Poststrukturalisme, Sosiologi, dan Teori Resepsi. Ende: Nusa Indah Press (1997), dan Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode, dan Pendekatan Disertai Contoh Penerapannya. Yogyakarta: Penerbit Lamalera (2011). Buku Sastra dan Politik: Representasi Tragedi 1965 dalam Negara Orde Baru (2014) ini merupakan bukunya yang keempat. Sebagian isi buku ini diambil dari disertasi doktornya di FIB UGM.
Sejak SD ia suka menulis puisi yang tidak pernah didokumentasikan. Puisinya pernah dimuat dalam Majalah Basis dan beberapa antologi, seperti Sauk Seloka: Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI (Dewan Kesenian Jambi, 2012); Antologi Puisi Sebab Cinta (Elmatera, Yogyakarta, 2013), Senja di Kota Kupang, Antologi Puisi Sastrawan NTT (Kupang: Balai Bahasa Propinsi NTT, 2012), Ratapan Laut Sawu: Antologi Puisi Penyair NTT (Sanata Dharma University Press, 2013), Nyanyian Gerimis: Antologi Puisi Penyair 14 Kota (Hiski Komisariat Aceh, Bandar Publishing, 2017), Negeri Bahari: 199 Penyair dari Negeri Poci 8 (Tegal, 2018), Epitaf Kota Hujan Padang Panjang dan Puisi-puisi Penyair Asia Tenggara (Padang, 2018), Senja Djiwa Pak Budi: Antologi Puisi Mengenang Almarhum Achmad Budi Cahyanto (Medan: Gerhana Publishing, 2018); Perjamuan Puisi (Yogyakarta: Sanata Dharma University Press, 2018); Antologi Puisi Guru Musafir Ilmu (Jakarta: Rumah Seni Asnur, 2018); Antologi Puisi 1000 Guru ASEAN: Tentang Sebuah Buku dan Rahasia Ilmu (Jakarta: Perkumpulan Rumah Seni Asnur, 2018); Bunga Rampai SantoPaulus: Padamu Aku Berguru (Depok: Paroki Santo Paulus).
Yoseph Yapi Taum menjadi salah satu peserta Borobudur Writers & Cultural Festival 2014 yang menyajikan puisinya dalam Antologi Sesaji Puisi Ratu Adil. Puisi “Kuburan di Tanah Kami” memperoleh penghargaan dari Perkumpulan Rumah Seni Asnur sebagai Nominasi Puisi Pilihan Antologi Puisi 1000 Guru ASEAN: Tentang Sebuah Buku dan Rahasia Ilmu yang diluncurkan dalam acara 1000 Guru Asean Menulis Puisi, 24 September 2018 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.
Antologi puisinya Ballada Orang-orang Arfak (2019) merupakan kumpulan puisi kedua yang banyak menyuarakan memoria passionis orang Papua. Kumpulan puisi pertama berjudul Ballada Arakian (2015) mendapat anugerah Penghargaan Budaya 2015 dari Universitas Sanata Dharma.
Thomas Aquino Hermawan M. (Thoms) adalah penata letak/layouter, ilustrator sampul buku, dan staf produksi di Sanata Dharma University Press, sejak tahun 2004.
Sanata Dharma University Press adalah pendukung penerbitan e-book ini.
SDU Press (Sanata Dharma University Press) adalah pendukung penerbitan e-book ini.