Manusia insaf cemas digulung gelombang yang telanjur datang. Tapi ia tak patut hanya berdiam, menyerah dengan mata memejam. Bila gelombang menerjang, arungi lewat pikiran agar gulungannya terhenti. Atau ketika mantap, bidaslah sampai arahnya membalik lahirkan gelombang baru.
Pikiran dan tindakan yang besarlah yang akan membebaskan diri di pusara gelombang keterjajahan.
Maka, sejatinya revolusi gelombang itu adalah soal bagaimana kita merawat kesadaran dan perbaikan terus-menerus. Dan menciptakan gelombang dari kondisi arus tenang haruslah dengan manusia-manusia sekokoh karang di lautan tapi selincah lembing kala dilemparkan.
***
“Di hadapan kita kini terbentang hari-hari yang panjang. Yang pasti akan melelahkan. Sangat melelahkan. Tapi, itu tidaklah penting. Yang terpenting adalah bagaimana seharusnya kita menginvestasikan momentum ini untuk sebuah lompatan sejarah yang jauh ke depan.
Untuk itulah, kalau kita ingin menciptakan suatu gelombang perubahan di tengah bangsa ini, kita harus awali dengan gerakan pemikiran. Membaca adalah instrumen utamanya. Dan, jika kita ingin mengokohkan tradisi ilmiah kita, sudah saatnya kita berhenti membaca apa yang kita senangi. Beralihlah untuk membaca apa yang seharusnya kita baca.
Salah satunya karya Yusuf Maulana ini.”
M. Anis Matta (Visioner Gerakan Islam dan Kebangsaan)
YUSUF MAULANA, lahir di Cirebon pada 21 Mei 1978. Terlibat dalam dunia pergerakan Islam sejak duduk di bangku sekolah menengah. Keterlibatan mendalam dalam aktivisme terjadi tatkala menggapai hikmah berilmu di pendidikan tinggi. Senyampang itu, kian kerap interaksi dengan aktivis pergerakan beragam latar, hingga tertempalah kemampuan menggali cakrawala dan khazanah keumatan. Hasilnya direfleksikan dan dianalisis berupa esai-esai lepas di koran dan internet.
Buku-buku yang ditulis adalah Berjamaah (lagi) walau Tak Serumah (2019); Buya Hamka; Ulama Umat, Teladan Rakyat (2018); Panggilan Bersatu (2018); Nuun, Berjibaku Mencandu Buku (2018); Mufakat Firasat (2017); Konservatif Ilmiah (2016); Berjamaah walau Tak Serumah (2016); Hikayat Karya Gagal (2016); Aktivis Bingung Eksis (2015); Tong Kosong Indonesia Bunyinya (2014).
Karya intelektual lain berupa penulisan bersama tematik, dan karya suntingan tidak kurang 275 judul. Menekuni kurasi di rumah baca Samben Library dan Perpustakaan “Baitul Hikmah” Masjid Mardliyah UGM. Tinggal di tepian sawah perdesaan Bantul, mengasuh Majelis Islam Kebangsaan Moderat (MISKAT) dan semangat literasi di Rembug Kopi. []