cintanya yang demikian indah, kepiawaiannya dalam berniaga, dan kesederhanaannya menjalani hidup, tetapi juga berkaitan dengan keberanian dan perjuangannya dalam membela, melindungi, dan memperjuangkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan risalah yang diembannya.
Khadijah ialah gambaran paling ideal wanita yang sempurna, baik fisik maupun akhlak. Ia adalah seorang ibu dari putri-putri
tercinta sang Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pemuka wanita yang menemaninya di surga, dan satu-satunya istri yang memperoleh salam langsung dari Allah Ta’ala melalui Malaikat Jibril. Allah Ta’ala juga menurunkan wahyu yang pertama ketika sang Nabi didampingi olehnya. Bahkan, perintah salat dan praktiknya pertama kali disampaikan oleh beliau kepada Khadijah, bukan kepada yang lain.
Khadijah ialah orang pertama yang membenarkan kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia juga menjadi orang
terdepan yang menghibur beliau tatkala beliau berada pada situasi atau kondisi yang pelik. Ia juga yang senantiasa menyemangati beliau agar semakin intens dalam berdakwah. Ia juga yang meminta beliau agar senantiasa bersabar tatkala berbagai gangguan dan rintangan dari kaum kafir Quraisy dialamatkan kepada beliau. Sungguh, Khadijah adalah segalanya bagi sang Nabi.
JUDUL: AMAZING STORIES KHADIJAH
PENULIS: Yanuar Arifin
ISBN: 978-623-92780-9-0
PENERBIT: PUSTAKA AL USWAH
HALAMAN: 288
UKURAN: 14 X 20
TANGGAL TERBIT: FEBRUARI 2020
PUSTAKAALUSWAH
BukuEdukasi.com
Buku Edukasi
BukuEdukasi
Yanuar Arifin adalah penulis dan editor buku-buku keislaman. Ia lahir pada 1 Februari 1988, di ujung timur Kota Kediri. Ia merupakan putra pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Jumani dan Atin Suprihatin. Sang ayah, Jumani, adalah kepala keluarga yang mencari nafkah dengan berprofesi sebagai sopir truk antarkota dan provinsi. Sang ayah sempat juga menjadi sopir bus jurusan Surabaya-Yogyakarta. Sementara, sang ibu, Atin Suprihatin, adalah seorang ibu rumah tangga yang luar biasa. Beliau wafat pada tahun 1999, ketika sang anak masih duduk di bangku sekolah dasar (kelas 5).
Yanuar, demikian ia akrab disapa oleh kawan-kawannya, merampungkan pendidikan formalnya pada tingkat dasar (SD) di kota kelahirannya, tepatnya di SD Negeri Tempurejo II Pesantren, Kediri. Lalu, ia melanjutkan pendidikan tingkat menengah pertama (SMP) di SMP Negeri 5 Pesantren Kediri. Baru, pada tingkat menengah atas (SMA), atas restu dari sang ayah, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di kota santri, Jombang, tepatnya di Madrasah Aliyah Unggulan KH. Abdul Wahab Hasbullah, Tambak Beras, Jombang.
Kemudian, pada tahun 2006, ia melanjutkan pendidikan formalnya hingga perguruan tinggi. Ia kuliah Program Strata 1 (S1)
di UIN Suka Yogyakarta, dengan mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam. Setelah lima tahun, yakni pada tahun 2011, ia
berhasil menggondol gelar sarjana. Sempat vakum dari dunia akademik karena bekerja di sebuah penerbitan, ia memutuskan
melanjutkan kuliah Program Magister (S2) pada tahun 2014, tepatnya dengan kuliah di Magister Studi Islam UII Yogyakarta,
Konsentrasi Pendidikan Islam. Sayangnya, karena satu dan lain hal, ia tidak berhasil merampungkan kuliahnya, meskipun tinggal menyelesaikan tugas akhir.
Sementara, pendidikan nonformalnya ditempuh di banyak tempat dan di bawah bimbingan sejumlah guru (ustadz). Semasa
kecil, ia secara intens mengaji di masjid kampungnya, di bawah bimbingan Ustadz Ahmad Riyanto, Ustadz Robakum, Ustadz Hadi Suprayitno, Ustadz Rosidi, Ustadz Muslam, dan Ustadz Ridwan. Pada masa itu, ia sudah akrab dengan kitab-kitab klasik, seperti Safinatun Naja, Ta’limul Muta’allim, Arbain Nawawi, dan sebagainya.
Lalu, ketika melanjutkan pendidikan di Jombang, ia nyantri di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras Jombang, dan
mengaji ke beberapa kiai dan nyai, antara lain Kiai Silahuddin Asyarie (Gus Adi, cucu dari Kiai Wahab Hasbullah, pendiri NU), Nyai Luluk Farida Mukhtar, Kiai Djamaluddin (pengasuh Pondok Pesantren Bumi Muhibbin), dan juga pada sejumlah ustadz dan ustadzah, seperti Ustadz Haris ar-Rozi, Ustadz Faizun Amir, Ustadz Samsul Huda, Ustadz Abu, Ustadzah Binti Muslihah, Ustadzah Khumshanatin, dan sebagainya.
Pada masa nyantri di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras Jombang tersebut, ia semakin intens mengaji kitab-kitab
klasik, seperti Fathul Mu’in, Tafsir al-Jalaian, Riyadhush Shalihin, Ihya’ ‘Ulumuddin, al-Hikam Ibnu Athaillah, Minhajul ‘Abidin, dan sebagainya. Di samping itu, ia juga semakin intens mengaji Alquran di bawah bimbingan Kiai Irham Latif, seorang hafizh, yang konon sanad keilmuannya bersambung dengan kiai-kiai besar di Nusantara.
Selanjutnya, ketika berpindah ke Yogyakarta, Yanuar nyantri di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari di bawah bimbingan Kiai Zaenal Arifin Thaha. Lalu, ia juga nyantri kalong di Pesantren Al-Munawwir Krapyak, tepatnya ngaji pada KH. Zainal Abidin Munawwir dan KH. Hilmi Muhammad (Gus Hilmi). Di samping itu, secara khusus ia berguru kepada Kiai Ahmad Mufid AR. (penulis dan juga kiai dari Kendal) dan Kiai Kuswaidi Syafi’i (pengasuh Pondok Pesantren Maulana Rumi Sewon, Bantul). Kemudian, ia juga berguru pada Kiai Nur Khalik Ridwan (penulis dan pengasuh Pondok Pesantren Bumi Cendikia Sleman), Kiai Edi Mulyono (penulis, kiai, dan pengusaha sukses), dan Kiai Akhmad Muhaimin Azzet (penulis, editor, dan pengasuh Rumah Tahfidz Masjid Al-Muhtadin).
Dunia kepenulisan sesungguhnya sudah ditekuni oleh Yanuar sejak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Namun,
tulisannya pada masa itu hanya sering nongol di madding madrasah. Lalu, ketika kuliah di Yogyakarta, ia mulai semakin intens terjun di dunia kepenulisan. Ia bergabung dalam Komunitas KUTUB Yogyakarta, sebuah komunitas yang berisi para penulis muda di Yogyakarta, lalu juga menjadi wartawan kampus dengan bergabung di Lembaga Pers Mahasiswa, yakni PARADIGMA. Bersama kawankawannya, ia juga pernah tergabung dalam proyek penulisan buku almanak partai di Komunitas Indonesia Buku (IBOEKOE) yang berkantor di Yogyakarta dan Jakarta.
Yanuar pernah menjadi penulis lepas di berbagai media massa di tanah air. Bahkan, ia termasuk salah seorang penulis muda yang cukup produktif pada masa itu. Tulisannya berupa esai, opini, dan resensi pernah tayang di berbagai media massa tanah air, baik lokal maupun nasional, seperti Media Indonesia, Republika, Tempo, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Seputar Indonesia, Lampung Pos, dan sebagainya. Namun, beberapa tahun belakangan, ia telah memfokuskan diri untuk menulis dan menyunting buku, terutama buku-buku bertema keislaman, pendidikan, sejarah, politik, dan motivasi.
Sudah berpuluh buku berhasil ditulis oleh Yanuar. Beberapa diantaranya juga sudah diterbitkan, antara lain Berguru pada Soekarno (Palapa, 2014), Mereka Memilih Jalan Kesesatan (DIVA Press, 2014), Mengungkap Rahasia Cara Belajar Para Imam Madzhab (DIVA Press, 2015), Banjir Harta dengan Ajaibnya Shalat Subuh dan Zhuhur (DIVA Press, 2015), Rahasia Jadi Guru Favorit-Inspiratif (DIVA Press, 2015), Karamah Para Wali (DIVA Press, 2015), Kun Nafi’an (Saufa, 2017), Kun Kariman (Laksana, 2018), Cukuplah Kematian sebagai Pengingatmu (Laksana, 2018), Pemikiran-Pemikiran Emas Para Tokoh Pendidikan Islam dari Klasik hingga Modern (IRCiSoD, 2018), Muhammad The Great Leader (Caesar Media Pustaka, 2019), dan lain-lain.
Yanuar kini berdomisili di Yogyakarta bersama istri dan anak tercintanya. Ia mengabdikan diri sepenuhnya pada dunia buku, baik sebagai editor (penyunting) maupun penulis buku. Di sela-sela kesibukannya, ia masih berupaya menyempatkan diri untuk terus mengaji di Pondok Pesantren Maulana Rumi Sewon. Di samping itu, ia juga banyak terlibat dalam kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan di lingkungan kantor maupun tempat tinggalnya. Sementara, bagi para pembaca yang ingin berkorespondensi dengan penulis bisa follow IG: @arifin_iyan atau FB: Iyan AR.