Ia benar-benar hadir, baik di ibukota Jakarta maupun di tanah seberang, Minahasa. Bertatap muka, dan melalui wawancara akrab memberikan jawaban mereka atas tiga pertanyaan yang sama, “Anda di mana saat-saat 17 Agustus 1945? Apa yang terjadi dan mengapa demikian? Lalu selanjutnya, bagaimana kejadiannya, dan kini bagaimana?”
Sejarah lisan, “oral history”, berbagai ungkapan, antara lain dari Roeslan Abdulgani, Rendra, Rosihan Anwar, Pak Nasution, dirajut menjadi gubahan yang mengikutsertakan suara sendiri. Untuk yang mengikuti pandangannya, akan dicapai suatu wawasan pelengkap sejarah Indonesia.