Agus Hadi Sudjiwo (lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962) atau lebih dikenal dengan nama Sujiwo Tejoadalah seorang budayawan Indonesia. Ia pernah mengikuti kuliah di ITB, namun kemudian mundur untuk meneruskan karier di dunia seni yang lebih disenanginya. Sempat menjadi wartawan di harian Kompas selama 8 tahun lalu berubah arah menjadi seorang penulis, pelukis, pemusik dan dalang wayang. Selain itu ia juga sempat menjadi sutradara dan bermain dalam beberapa film seperti Janji Joni dan Detik Terakhir. Selain itu dia juga tampil dalam drama teatrikal KabaretJo yang berarti "Ketawa Bareng Tejo".
Dalam aksinya sebagai dalang, dia suka melanggar berbagai pakem seperti Rahwana dibuatnya jadi baik, Pandawa dibikinnya tidak selalu benar dan sebagainya. Ia seringkali menghindari pola hitam putih dalam pagelarannya. Karya dan pentasnya mengajak kita untuk mengenang masa depan karena masa depan kita ada di belakang, ada pada akar budaya Indonesia yang dibanggakannya. Keinginannya mengangkat akar budaya Indonesia menghasilkan kepeduliannya yang tinggi agar kesenian Indonesia merujuk pada akar budaya tapi diolah dengan metabolisme kreatif sehingga tidak menjadi kuno. Dalam metabolism itu tetap dicerna seluruh hal yang datang dari luar. Dengan pendekatan ini, Indonesia akan dikenali juga sebagai negara yang memiliki seni dan budaya yang modern.
BUKUGRAFI
Kelakar Madura buat Gus Dur (2001)
Dalang Edan (2002)
The Sax (2003)
Ngawur Karena Benar (2012)
Jiwo J#ancuk (2012)
Lupa Endonesa (2012)
Republik #Jancukers (2012)
Dalang Galau Ngetwit (2013)
Kang Mbok (2013)
Lupa Endonesa Deui (2013)
Rahvayana: Aku Lala Padamu (2014)
Rahvayana: Ada yang Tiada (2015)
Serat Tripama: Gugur Cinta di Maespati (2016)
Balada Gathak Gathuk (2016)
Lupa 3ndonesa (2016)
Tuhan Maha Asyik (2016)
Talijiwo (2018)
Dr Upadi (2018)
Sabdo Cinta Angon Kasih (2018)
WAYANG
2004 Mendalang keliling Yunani
1999 Menggelar wayang acapella dengan lakon “Pembakaran Shinta” di Pekan Budaya VIII Universitas Parahyangan Bandung dan Pusat Kebudayaan Perancis Jakarta
1999 Membentuk Jaringan Dalang, bersama para dalang alternatif
1994 Menyelesaikan 13 episode Ramayana di Televisi Pendidikan Indonesia.
1994 Mendalang wayang kulit sejak anak-anak dan mulai mencipta sendiri lakon-lakon wayang kulit sebagai awal profesinya di dunia wayang dengan judul: Semar Mesem
PANGGUNG TEATER
2009 Dongeng Cinta Kontemporer II – Sujiwo Tejo “Kasmaran Tak Bertanda” (Sutradara, aktor, dalang), Gedung Kesenian Jakarta, (13 – 14 November)
2009 Pagelaran Loedroek tamatan ITB ”MARCAPRES” (Sutradara dan Pemain), Gedung Kesenian Jakarta (28 Juni)
2009 Dongeng Cinta Kontemporer I – Sujiwo Tejo “Sastrajendra Hayuningrat Panguwating Diyu” (Sutradara, aktor, dalang), Gedung Kesenian Jakarta (28 – 29 Mei)
2008 Pementasan Pengakuan Rahwana (Sutradara, aktor, dalang), Gedung Kesenian Jakarta (6 Desember)
2008 Pementasan ludruk dengan lakon “Déjà vu De Java” di Auditorium Sasana Budaya Ganesa, (30 November )
2007 Pentas Semar Mesem, Gedung Kesenian Jakarta, 2007.
2006 Freaking Crazy You (sutradara) Gedung Kesenian Jakarta, 2006.
2005 Battle of Love (Sutradara), Gedung Kesenian Jakarta, 2005.
2006 Pentas Kolosal Pangeran Pollux (Sutradara), JHCC, 2006.
2005 Pentas Kolosal Pangeran Katak (Sutradara), JHCC, 2005.
1999 “Laki-laki”, Gedung Kesenian Jakarta dan Teater Utan Kayu, 1999; kolaborasi dengan koreografer Rusdy Rukmarata.
1989 “Belok Kiri Jalan Terus”, Gedung Kesenian Rumentang Siang Bandung, 1989; untuk mas kawin pernikahannya
Keunggulan Buku
Buku ini menunjukkan bahwa Sujiwo Tejo amat berbakat sebagai pencatat peristiwa yang detil. Hampir semua peristiwa penting yang terjadi dalam setahun di Indonesia dan hangat diperbincangkan masyarakat, ia rekam di sini.
Kisah Sabdo Cinta Angon Kasih merupakan perwujudan dari keinginan setiap manusia dalam mencari sosok pemimpin yang kelak mampu menaunginya. Sangat cocok dengan situasi saat ini.
Gaya Sujiwo Tejo bercerita dalam buku ini ringan, penuh humor menggelitik, romatis, namun selalu membuat pembacanya berefleksi panjang atas hidup.
Tidak hanya berisi kisah yang akan membuat penasaran sampai akhir, buku ini dipenuhi berbagai kutipan berharga yang menghangatkan hati.
Buku pertama yang menggabungkan kisah dalam Jangka Jayabaya dan Uga Wangsit Siliwangi.