Tak memandang usia.
Wajah.
Atau pun kedudukan.
Itu benar.
Sangat benar.
Karena aku merasakannya saat ini.
'Aku memandang dia yang tengah mengoleskan body losion ke tubuh mulusnya membuatku ser-seran. Air liur hampir menetes dari mulut saat handuk itu terlepas. Tak taukah ia bahwa kebiasaan buruknya yang tak menutup jendela dan hordeng membawa sesuatu yang bernama cinta hinggap di hati ini. Oh, dewiku..'
Riana hanya mengelengkan kepala, menatap adiknya yang memegang dadanya dengan wajah foker. Mengintip tetangga baru menjadi kebiasaan remaja 18 tahun itu. Riana mengambil sandalnya, melemparnya hingga mengenai kepala Devan.
"Turun sendiri atau Kakak seret!"
Devan hanya memberi tanda V, dengan wajah polosnya ia turun kemudian menyerahkan kaset dvd pada sang Kakak. "Kakak masuk lagi ya, jangan ganggu lagi. Ini lagi nanggung."
Dan si kakak pun kembali masuk. Devan pun kembali memanjat pohon mangga di halaman rumahnya. "Demi cinta apapun aku lakukan!"
Hidungnya berair melihat pemandangan dari kamar sana. sesuatu di bawah sana pun bangun. "Ais sial!"