Pertama, diketahui bentuk ”unit pengelolaan terkelola” yang sudah sejak lama diperbincangkan.
Kedua, diketahui metode membuat dan mengelolanya.
Ketiga, diketahui bahwa ilmu kehutanan yang digunakan selama ini tidak bisa digunakan membuat unit terkelola. Artinya, salah.
Keempat, telah dibuat model ”petak terkelola” hutan produksi di Kintap (1.500 ha), tanaman kehutanan di Riam Kiwa (1.500 ha) dan lahan rehabilitasi juga di Riam Kiwa (300 ha).
Materi buku ini merupakan hasil kerja bersama teman di Balai Teknologi Reboisasi Bajarbaru (BTR), Proyek ATA – 267 kerjasama RI–Finlandia dan mahasiswa Diploma Fakultas Kehutanan–UGM.
Porkas Sagala
Lahir tahun 1941 di Tapanuli Selatan, masuk UI (sekarang IPB) tahun 1961 dan lulus dari Fakultas Kehutanan tahun 1969 Kepala Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru selama 12 tahun dan (1985-1997) dan dilanjutkan sebagai peneliti sampai tahun 2002.Telah melihat hutan dan tanaman kehutanan di berbagai pelosok tanah air, kecuali Papua dan Bengkuku.
Telah melihat hutan dan tanaman kehutanan di berbagai pelosok dunia: New Zaeland, PNG, Australia, Malaysia, Filipina, Brunai Darussalam, Thailand, India, Jepang, Finlandia, Jerman, Perancis, Kennya, Zimbabwe, Brazil, Amerika Serikat.
Telah menyusun 2 buku, Mengelola Lahan Kehutanan (1994) Yayasan Obor Indonesia Jakarta; Desain Kehutanan Holistik (1999) Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Sekarang pensiun dan memperkenalkan hasil penelitiannya.