Selain itu, buku ini juga membantu penerjemah untuk memahami aspek sosial dan budaya di mana bahasa Jepang digunakan. Seorang penerjemah tidak cukup hanya menguasai aspek kebahasaan, tetapi ia juga harus memahami aspek di luar bahasa, yakni sosial, budaya, bahkan politik. Perkembangan teknologi telah memudahkan kita untuk memahami teks asing dengan diciptakannya kamus digital. Akan tetapi, tidak jarang kamus digital tidak cukup membantu karena padanan kata yang ditemukan dirasa tidak tepat dan tidak sepadan di dalam konteks yang kita hadapi. Penerjemah tidak jarang menyadari, jika diterjemahkan maka akan menimbulkan permasalahan dan dapat mengganggu kelancaran interaksi dan komunikasi. Bagaimana posisi saya sebagai penerjemah dalam memutuskan bagaimana saya menerjemahkan? Buku ini akan membantu Anda untuk memahami situasi tersebut.
Esther Risma Purba menyelesaikan studi S1 di Program Studi Sastra Jepang UGM Yogyakarta pada tahun 2001. Selama studi, berkesempatan belajar selama 1 tahun di Tokyo University of Foreign Studies pada tahun 1999–2000 dengan beasiswa dari Monbukagakusho Jepang. Studi S2 ditempuh di Program Pascasarjana Kajian Wilayah Jepang Universitas Indonesia. Antara tahun 2001–2002, pernah menjadi pekerja lepas sebagai interpreter di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Yogyakarta dan Sumatra Utara sebelum kemudian bekerja menjadi sekretaris merangkap penerjemah di beberapa perusahaan joint venture Jepang–Indonesia di Jawa Barat dan Jakarta hingga tahun 2008. Ia pernah mengajar bahasa Jepang di Universitas Nasional Jakarta, STBA LIA Pengadegan Jakarta Selatan, dan Universitas Bina Nusantara Jakarta, dan sejak tahun 2009 menjadi dosen tetap di Program Studi Sastra Jepang Universitas Brawijaya. Penelitian yang pernah dilakukan di antaranya berjudul: Memory, Time, and Space, in Several Japanese Atomi-Bomb Poems yang dipresentasikan di LITCRI pada tahun 2015 di Istanbul; Lake Toba Tourism: Image, Identity, and Representation pada tahun 2016 di Universitas Freiburg, Jerman. Hingga kini telah mengampu mata kuliah peminatan Budaya dan Sastra, Penerjemahan, Tata Bahasa, Menulis Kanji, Membaca dan Mengarang, dan Sejarah Jepang di Program Studi Sastra Jepang Universitas Brawijaya.
Santi Andayani lahir di Blitar pada tahun 1981. Menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Fakultas Ilmu Budaya UGM. Pernah bekerja sebagai penerjemah di perusahaan. Sejak tahun 2022 diberi amanah menjadi ketua program studi Sastra Jepang Universitas Brawijaya. Selain mengajar mata kuliah Penerjemahan, saat ini juga mengajar mata kuliah keterampilan Menyimak, Berbicara, Menulis Kanji, Membaca dan Mengarang, dan Tata Bahasa di Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya.