"Rezim Presiden Soeharto memproyeksikan diri sebagai sebuah orde kultural, dengan justifikasi atas nama “tradisi” dan “keaslian”. Rezim ini mencita-citakan pembangunan sebuah negara Pancasila berisikan Manusia Indonesia Seutuhnya yang berbudaya dan sarat dengan investasi dalam pendidikan nilai-nilai. Untuk memahami apa yang terjadi, kita hsruas menyelami latar belakang pemikiran Jawa mengenai semua itu, dan karena itu tujuan buku ini adalah menjuntaposisikan pola pemikiran mistis Jawa dengan pola-pola pemikiran yang tampaknya menyokong rekayasa kultural nation building di Indonesia. Adalah hal yang teramat menarik membandingkan dua pola pemikiran itu, serta melacak kesejajaran yang jelas diperlihatkan keduanya. Tak pelak, upaya semacam itu melahirkan pertanyaan-pertanyaan historis-sosiologis. Tentu saja pemerintah Indonesia menganggap masih relevan, dan terus-menerus tanpa kenal lelah memeras otak dalam menangani subyek-subyeknya. Akan tetapi, bukankah memang sedemikian rupa keadaannya, sehingga orang-orang itu hidup di sebuah dunia yang kian berjarak dari ideal negara Pancasila?
"