Mereka adalah generasi baru yang kini bermekaran dalam satuan-satuan lain, seperti Negara, bangsa, daerah, partai, ormas, kelas usaha, dan sebagainya. Pengetahuan agama mereka bukan dari lembaga konvensional, seperti masjid, pesantren, atau madrasah, melainkan dari sumber anonym, seperti kursus, seminar, buku, majalah, kaset, CD, VCD, internet, radio, dan televisi. Banyak yang tercengang melihat fenomena ini. Seperti halnya banyak agamawan yang tidak sanggup melihat gejala-gejala modern sehingga gagal memahami makna kesenjangan structural, atau para pelaku KKN(korupsi, kolusi, dan nepotisme) berjubah keshalihan.
Berbagai kecenderungan baru Islam di Indonesia dewasa ini---termasuk lahirnya generasi muslim tanpa masjid--- dieksplorasi secara tajam oleh Kuntowijoyo dengan suatu metode yang disebutnya strukturalisme transcendental. (Di bagian awal, Kunto menjelaskan panjang-lebar mengenai metode tersebut). Inilah jurus paling baru Kunto dalam memahami sekaligus menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam konteks kekinian.