Lahir di wilayah yang dikenal dengan sebutan kota santri, Buaran, Pekalongan. Masa kecilnya akrab dengan tradisi Islam Tradisional. Bulan Maulid adalah saat-saat yang paling menyenangkan baginya. Marhabanan di masjid kampung, saat mahal al-qiyâm meneriakkan yâ nabi salâm alayka, thala’a al-badru berlomba dengan suara serak bapak-bapak yang diiringi dengan terbangan menjadi kenangan indah yang takkan terlupakan. Saat-saat indah itu tak dirasakannya lagi ketika “terpaksa” nyantri di pondok modern. Di Gontor ia lebih akrab dengan tradisi Islam Modern. Namun ia harus berterima kasih kepada “ibu” ke dua ini, flosof perjuangan para pendiri Gontor yang berdiri di atas dan untuk semua golongan serta perpaduan antara tradisi Islam Tradisional dengan Islam Modern. Inilah yang mewarnai jalan hidupnya saat ini. Dengan khazanah kajian dan kemampuan bahasa Arab yang dimilikinya, ia berhasil menorehkan tinta emas dalam sejarah intelektual almamaternya. Karya akademiknya di ISID Gontor yang berjudul Mashdar al- Tasyrî’ ‘inda Madzhab al-Ja’fariyah diterbitkan oleh Markaz al-Abhas al-Aqâ’idiyyah, lembaga kajian internasional yang berkantor pusat di Qom, Iran yang memiliki cabang di berbagai negara Timur Tengah antara lain Najaf, Irak. Karya lainnya yang akan segera menyusul di kancah internasional: Alaykum bi Makârim al-Akhlâq, sebuah terjemah dari manifesto dakwah Kang Jalal, Dahulukan Akhlak di Atas Fikih, yang akan diterbitkan oleh Majma’ al-Taqrib Bayna al-Madzahib al-Islamiyah, Lembaga Pendekatan Antarmazhab di bawah pimpinan tokoh persatuan dunia, Ayatullah Ali al-Taskhiri. Selain dunia internasional sentuhan tangan dinginnya juga meramaikan dunia pustaka nasional, seperti Penerbit Mizan, Marja’, dan Sembiosa Rekatama di Bandung; Pinus Religi dan Bumi Arti Intaran di Yogyakarta; Penerbit al-Huda, Citra, Maghfrah Pustaka, Pustaka Intermasa di Jakarta, menjadi bukti bahwa panca jiwa PM Gontor, “Berpengetahuan Luas”, benar-benar mengalir dalam aliran darahnya yang membuatnya terbuka, di satu sisi, tapi juga gigih mempertahankan apa yang dipandang dan diyakininya sebagai sebuah kebenaran, tanpa menghilangkan toleransi dan menerima pendapat yang berbeda. Panca jiwa PM Gontor selanjutnnya, “Berpikiran Bebas”, yang diiringi dengan flosof hidup, qul al-haq walaw kâna murran, menjadi modal intelektual yang kita rindukan mewarnai diskursus keislaman di Tanah Air. Di tengah-tengah kesibukannya membina jemaah penulis mengajar di beberapa kampus di Bandung dan Jakarta. Kini, kesibukannya semakin bertambah dengan aktivitasnya menyelesaikan studi doktoral di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semuanya itu tak menghalanginya untuk terus berkarya sebagai wujud kecintaannya kepada ilmu pengetahuan. Penulis dapat dihubungi pada alamat email: [email protected].