Pada edisi kali ini ada sebuah tulisan menarik yang mengangkat tema “Pengaruh Saadi Shirazi pada Ralph Waldo Emerson”. Jika pembaca bertanya siapakah Saadi, maka jawabannya akan cukup padat karena beliau adalah seorang penyair, seorang bijak dan pemikir Islam yang hidup pada tahun 1210-1292 di kota Shiraz. Dalam karya-karyanya, beliau menjadikan manusia dan keadilan sebagai pusat pemikiran dan memiliki kualitas karya yang mendidik, berhikmah, membimbing, baik bagi individu maupun masyarakat, dan inspirasinya terus berlanjut meskipun hampir delapan abad berlalu. Bostan dan Gülistan adalah dua karyanya yang termashyur tentang peradaban Islam hingga pemikiran Timur. Dalam karya-karyanya yang bersifat universal, Saadi memiliki cara penyampaian yang singkat tetapi padat makna, bersahaja, dan sederhana, serta sangat sulit untuk ditiru. Maka tak heran jika banyak penyair setelahnya mendapatkan pengaruh besar dari beliau. Jika kita bisa menilik lebih dalam nasihat-nasihat penuh hikmah dari penyair ini, maka mungkin cita-cita akan adanya “Generasi Bahagia” seperti tulisan bernas penuh harapan yang diangkat pada artikel utama kita kali ini bisa segera terwujud.
Tulisan Prof. Dr. Semiarto, salah seorang guru besar Antropologi dari UI, akan membahas sesuatu yang sangat dekat dengan keseharian kita, tetapi begitu esensi, yakni tentang preferensi rasa yang sudah bergeser pada “Budaya Konsumsi Orang Indonesia”. Tulisan “Rahasia Ilahi pada Mata Ikan” adalah bentuk literasi luar biasa lain dari penulis Mesir, Dr. M. Saqa ’Id yang pada beberapa edisi sebelumnya telah pula menyumbangkan tulisan-tulisan penuh hikmahnya, begitu pula ulasan lengkap tentang “Siang dan Malam dalam Al-Qur’an” yang ditulis oleh Prof. Dr. Zaghlul an-Najjar. Dan agar edisi ini semakin sempurna, berbagai tulisan sains, humaniora, kesehatan, dan spiritualitas akan memenuhi halaman demi halaman majalah yang tersajikan hanya bagi para pembaca istimewa di edisi tahun ke-10 MATA AIR, majalah kita yang tercinta. Dan seperti yang pernah ditanyakan kepada Saadi Shirazi tentang apa itu manusia? Beliau pun menjawab: Yek katre-i hûnest, sâd hezârân endîşe, yang berarti “Manusia itu tak lebih dari setetes darah, seribu satu kekhawatiran”.
Membaca Mata Air, Membaca kehidupan…!