Hubungan militer Kerajaan Aceh Darussalam dan Usmani ini disebutkan dalam beberapa studi yang ditulis oleh para peneliti seperti Arun Dasgupta, Denys Lombard, Antony Reid, Salih Ozbaran, Jorge Santos Alves, Azyumardi Azra, Amirul Hadi, Giacarlo Casale, Inggrid S. Mitrasing, dan Pierre-Yves Manguin. Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut belum dilakukan secara mendalam dan hanya menjadi pelengkap dari penelitian yang berfokus pada tema tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih detail mengenai hubungan militer Kerajaan Aceh Darussalam dan Usmani, terutama mulai tahun 1562 hingga tahun 1640 M. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian sejarah dengan empat tahapannya yang khas yaitu heuristik (seni mencari referensi), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (analisis isi) dan historiografi. Selain itu,
Penelitian ini menggunakan teori alignment; sebuah teori dalam mengkaji hubungan antar negara (internasional). Kajian ini memiliki tiga temuan; pertama, Sultan Aceh dan Usmani terlibat dalam korespondensi yang intens dalam membangun military alignment, kedua, Bantuan Usmani kepada rakyat Aceh ini berupa pengiriman pasukan, meriam / senjata, kapal perang, dan ahli benteng, beberapa pelatih Usmani untuk tentara Aceh, dan ketiga dampak dari hubungan militer ini, Kerajaan Aceh mengalami perkembangan yang signifikan dalam bidang militer yang meliputi strategi perang, produksi meriam, kapal perang dan benteng pertahanan dengan bantuan tenaga ahli Usmani. Penelitian ini fokus pada tahun 1562 dan 1640 (78 tahun) yakni selama masa kekuasaan Portugis di Malaka hingga kejatuhannya atau sampai masa pemerintahan Iskandar Tsani atau tepatnya sebelum masa kepemimpinan wanita (sultanah Aceh). Oleh karena itu, tentunya kajian khusus ini pasti memiliki keterbatasan dalam membahas aspek-aspek lain dari hubungan Kerajaan Aceh Darussalam dan Usmani. Dengan demikian, penelitian lebih lanjut mengenai keduanya masih terbuka untuk dibahas