Dengan bersikap kritis terhadap agamanya, mahasiswa tidak terjebak dalam sikap intoleransi, fundamentalisme, fanatisme, radikalisme, bahkan terorisme. Karena bagaimanapun pula agama mengajarkan kasih, cinta, persaudaraan, damai dan sejahtera. “Allah telah menciptakan kita untuk saling memahami, saling bekerjasama, hidup sebagai saudara dan saudari yang saling mengasihi” (Dokumen Abu Dhabi, 4 Februari 2019).
Gereja Katolik mendorong umat katolik untuk berdialog dengan dunia GS, 85), dengan orang-orang yang berbeda agama (AG, 16) dan orang-orang kristiani lain, entah Gereja-gereja Timur (UR, 14-18), maupun Gereja-gereja Barat yang terpisah dari Gereja Katolik selama reformasi (UR, 19-23). Perlu diketahui dialog dengan agama-agama bukan kristiani disebut “antaragama” atau “antariman.” Sedangkan dialog antara Gereja Katolik dengan Gereja-gereja kristen misalnya Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) disebut “ekumene” atau “interkonfesional. Karena kepercayaan kepada Kristus dan pembaptisan menciptakan kesatuan yang sejati, meskipun tidak sempurna di antara semua orang kristiani (LG, 15).
Mahasiswa hidup dalam masyarakat yang ditandai dengan pluralisme budaya dan agama. Demikian juga dalam zaman globalisasi, muncul pelbagai ideologi simpang siur yang membingungkan. Bisa saja muncul sikap skeptisme. Kebenaran agama diragukan, khususnya di bidang moral dan religius. Manusia skeptis mengalami ketidakpastian mengenai apapun. Maka buku ini membantu mahasiswa untuk meningkatkan kematangan iman kristiani dalam mengahadapi pelbagai arus pemikiran yang menggoyahkan iman kristiani sejati. Mereka harus melewati tahap iman ketika masih kanak-kanak. Maka mampu menafsirkan kehidupan iman sebagai perubahan terus-menerus untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Untuk menjadi matang dalam iman tidak cukup hanya tekun berdoa dan mereka yakin kehidupan sakramental, tetapi justru perlu dibantu untuk memperdalam pemahanan mengenai wahyu dan iman kristiani.
Perlu ditegaskan ulang bahwa iman tanpa akal budi bukanlah iman yang manusiawi. Demikian juga akal budi tanpa iman merupakan akal yang tidak mendatangkan keselamatan. Buku ini menegaskan kepada mahasiswa bahwa iman sejati bagaimanapun selalu bergandengan dengan nalar. Pengahayatan iman ditempatkan dalam kesadaran akan keseluruhan dan keutuhan hidup. Iman kristiani bukan berada di samping atau di pinggir kehidupan. Iman memang merupakan iman pribadi. Akan tetapi iman pribadi sekaligus adalah iman Gereja Katolik.
Nah, buku ini boleh dipandang sebagai katekese orang dewasa untuk memperdalam imannya. Semoga buku ini dapat membantu pembacanya agar memiliki iman yang hidup, berkembang dan penuh daya (KHK, 773).
adalah Imam Diosis Jakarta alumnus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (1983) dan studi lanjut pada Universitas Gregoriana, Roma, lulus Sarjana Magister Teologi pada tahun 1988, dengan judul thesis: “Guida e consiglio pastorale delle coppie irregolari nella luce Adhoratio Apostolica: Familiaris Consortio (De Familiae Christianae muneribus in mun• di hujus temporis); AAS (Acta Apostolicae Sedis) (1982) 81-191. Dosen MPK Unika Atma Jaya Jakarta dan Dosen Mata kuliah Liturgika pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (STF), Jakarta.
merupakan lulusan S1 Filsafat STF Driyarkara, Jakarta tahun 1990 dan S2 Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta tahun 1999. Beliau adalah dosen Universitas Katolik Atmajaya, Universitas Multimedia Nusantara, dan Universitas Tarumanagara. Beliau juga mengajar di STIE Santa Ursula, Jakarta. Buku-buku yang pernah dia tulis antara lain Beriman dalam Konteks, 2019 dan Agama dan Moral, 2016.
lahir di Jakarta, 29 Maret 1960. Beliau meraih gelar Sarjana Kateketik pada tahun 1996 di Universitas Katolik Atmajaya Indonesia, Jakarta dan gelar Magisterium Management Sumber Daya Manusia pada Universitas Borobudur Jakarta tahun 2003. Sigit Taruno adalah dosen tidak tetap di Unika Atma Jaya, Jakarta untuk mata kuliah Pendidikan Agama Katolik dan Multikulturalisme.
lahir di Manggarai pada tahun 1960. Meraih gelar S1 Filsafat Agama di Sekolah Tinggi Filsafat Jakarta dan S2 Magister Managemen di Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe. Bekerja sebagai dosen Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Unika Atma Jaya, Jakarta; Dosen Etika Bisnis dan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, Jakarta; Dosen Pendidikan Agama Katolik dan Kristen di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan Dosen, mata kuliah Manajemen Strategi di Universitas Thamrin, Jakarta.
studi S1 Filsafat STF Driyarkara tahun 2009 dan studi S2 Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Setelah menyelesaikan studi, Romo Yogo pernah menjadi Pastor Rekan di Gereja St. Yakobus, Paroki Kelapa Gading,
Jakarta. Beliau menjadi Pastor Atmajaya sebagai Pengajar Mata Kuliah Agama Katolik di Universitas Atmajaya, Jakarta pada tahun 2018 hingga sekarang.
lahir di Pagal, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, 9 Juni 1966. Ia menempuh pendidikan SMP dan SMA di Lembaga Pendidikan Seminari Pius XII Kisol-Manggarai-Flores Barat. Gelar sarjana Filsafat dan Magister Ilmu Filsafat diperolehnya di STF Driyarkara Jakarta. Selain aktif mengajar di Unika Atma Jaya sejak 1994 sampai sekarang, ia juga menjadi Tim Penulis dan Editor sejumlah buku, antara lain: Fakta Tragedi Semanggi. Analisis Hukum, Politik dan Moral. (Jakarta: Unika Atma Jaya, 1999), Restrukturisasi Menuju Ke• mandirian, (Jakarta, Unika Atma Jaya., 2000); Janganlah Garam itu Menjadi Tawar Jakarta,
Bhumiksara, 2001); Refleksi Tentang Pendidikan Bermakna Menuju Indonesia Baru (Jakarta: Yayasan Bhumiksara, 2002); Teologi Politik (Jakarta, Yayasan Bhumiksara, 2003); Iman, Ilmu dan Budaya (Jakarta, Yayasan Bhumiksara, 2005), Beriman Menurut Pola Yesus Kristus (JPIC OFM Indonesia, 2011). Pendidikan Pancasila (Penerbit Universitas Atma Jaya Jakarta, 2013), Akal Budi dan Iman (Penerbit Universitas Atma Jaya, 2014). Sebagai Pengikut St. Fransikus Assisi, ia telah mengucapkan Profesi Kekal tanggal 6 Februari 1993 dalam Ordo Fransiskan Sekular (OFS).