Sejujurnya, banyak orang Kristen telah terbiasa dengan irama mengasihi apa yang kelihatan, yang bisa dirasakan secara jiwani dan fisik. Kasihnya kepada Tuhan hanyalah manipulasi perasaan yang dibuat-buat sesaat. Hal ini bisa dibuktikan dengan menilai ini: Kalau demi sesuatu, seseorang bisa melakukan apa pun tanpa batas, tetapi kalau untuk Tuhan tidak, berarti Tuhan hanya menjadi teman (hetairos). Dalam hal ini Tuhan hanya menjadi alat atau sarana untuk meraih segala sesuatu yang diinginkan. Perlu diingat bahwa semua yang dilakukan dan terjadi dalam kehidupan setiap orang akan memiliki catatan abadi. Mestinya, kegiatan hidup mengumpulkan harta di surga harus mencengkeram hidup seseorang, sehingga tidak ada tujuan lain yang menjadi wilayah hidupnya. Sungguh suatu kecerobohan, kalau seseorang tidak mengumpulkan harta di surga. Pernahkah Saudara merenungkan kenyataan bahwa pada suatu hari nanti kita akan sendiri tanpa siapa pun dan apa pun? Tidak seorang pun bisa menghindarkan diri kenyataan ini. Maka harus diusahakan sebelum seseorang memasuki lembah akhir hayatnya, ia sudah sungguh-sungguh bersahabat dengan Tuhan (philos).
Erastus Sabdono dilahirkan di Surakarta pada tahun 1959 dalam keluarga Kristen. Tahun 1976 mengambil keputusan melayani Tuhan sepenuh waktu. Menyelesaikan studi S1 di Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia (d/h ITKI), Jakarta. Meraih gelar Magister Teologi di STT Jakarta, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. Menyelesaikan studi Doktoral dan meraih gelar Doktor Teologi dari STT Baptis Indonesia (STTBI) di Semarang. Saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Sinode Gereja Suara Kebenaran Injil (GSKI) dan Pimpinan Jemaat Rehobot Ministry Jakarta. Pembicara seminar, KKR, TV dan Radio, penulis buku, dosen, serta pengajar Alkitab yang inovatif.