ย ย ย Aku mendekati mas galih yang sedang duduk santai di teras rumah dan mencoba merayunya.
ย ย ย "Lho baju lebaran mu kemarin kan masih bagus dek," mas galih mengernyitkan dahi.
ย ย ย Aku menghela nafas kecewa. ini pertanda buruk. Dari nada suaranya saja terdengar keberatan.
ย ย "Mas, baju lebaran saya kemarin sudah enggak muat lagi. Apalagi di bagian perut. Bisa sesak nafasku,"
ย ย ย Aku mengelus perut yang sudah membesar.
ย ย ย "Enggak gitu juga kali dek, Mas lihat baju kemarin itu masih cukup besar di badanmu,"
ย ย ย Lagi-lagi aku kecewa dengan jawabannya.
ย ย ย "Mas, Mas mau melihat ku sesak nafas di acara pernikahan Cindi?" Aku cemberut.
ย ย ย Acara resepsi pernikahan Cindi, adik Mas Galih akan di selenggarakan sepuluh hari lagi. Aku merasa perlu juga sesekali berdandan cantik. Sudah capek rasanya sehari-hari dengan gamis dan daster-daster bekas mertuaku. Daster warisan. Di antara daster-daster itu sudah banyak yang bolong-bolong akibat termakan usia.
ย ย ย Bukan tidak bersyukur, tapi sebagai istri yang sedang hamil anak pertama, aku kecewa. Ingin rasanya sesekali mencoba mencicipi daster baru, atau gamis baru. Apalagi di acara penting keluarga.
ย ย ย "Kalau begitu, ya sudahlah, Mas,"
ย ย ย Dengan gontai aku melangkah masuk. Sebulir tetesan kuning menetes dari sudut. Sebegitu susahkah untuk sekedar membeli selembar gamis?
ย ย ย "Dek," sebuah tangan menggenggam jemari ku dari belakang.