-Yudi Latif
“Mirip seperti fundamentalisme agama (yang) berambisi menjadikan doktrin agama tertentu sebagai satu-satunya prinsip pengatur seluruh bidang hidup pribadi dan bermasyarakat, begitu pula fundamentalisme pasar berambisi menjadikan mekanisme pasar bukan hanya sebagai prinsip pengaturan kinerja bidang ekonomi, tetapi sebagai satu-satunya prinsip pengaturan seluruh bidang kehidupan dalam semesta tatanan bermasyarakat.”
-B. Herry Priyono
“Reformasi parpol harus dilakukan dengan sebuah pendekatan yang lebih radikal yakni, mendekonstruksi Parpol. Terminology dekonstruksi Parpol yang dimaksud merujuk pada upaya merubah secara fundamental bangunan struktur dan kultur Parpol…. Hegemoni dan arogansi Parpol yang sudah sedemikian lama berlangsung harus segera dihentikan. Bagaimanapun Parpol bukanlah ‘negara di dalam negara’ yang tak bisa disentuh dan bebas dari intervensi politik negara dan rakyat. Parpol bukanlah superstruktur yang mengangkangi rakyat sebagai pemegang kedaulatan.”
-Benget Silitonga
“… ‘keadilan sosial’ bukanlah ‘keadilan formal’ sebagaimana yang disiratkan dalam bunyi pasal-pasal undang-undang hasil kesepakatan badan legislative atau dalam perspektif apapun hasil derivat-derivatnya. ‘Keadilan sosial’ adalah keadilan yang dirasakan dan dinyatakan berdasarkan asas-asas moral yang diyakini secara kolektif oleh warga masyarakat setempat. Manakalah ‘keadilan formal menurut apa yang diisyaratkan undang-undang ‘, terekspresikan sebagai moral rakyat, kalaupun tidak akan bervariasi dari waktu ke waktu akan bervariasi dari tempat ke tempat.
-Soetandyo Wignjosoebroto
“… kita perlu menempatkan gerakan HAM dalam konteks politik yang kongrit. Pekerjaan politik di tingkat atas seperti advokasi dan pemantauan kebijakan tentu penting, tapi harus diimbangi dengan kerja di bawah yang sistematis selama ini banyak dari kita yang sudah begitu memberi sumbangsih bagi penyadaran hak asasi manusia dengan ‘kampanye, sosialisasi atau diseminasi’. Ke depan, kita harus benar-benar membangun upaya sistematis untuk menggarap kesadaran publik tentang HAM.”
-Usman Hamid
Benget M. Silitonga, lahir di Pematang Siantar 4 Oktober 1971. Alumni Fakultas Teknik Jurusan Elektro Universitas HKBP Nommensen tahun 1997. Semasa mahasiswa aktif dalam berbagai kelompok studi di Medan, antara lain di Forum Komunikasi Nommensen (FKN). Tahun 1997-1999, bekerja sebagai staf di Walhi Sumut. Sejak tahun 2000 sampai saat ini menjadi anggota Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumut (BAKUMSU). Selain sebagai Anggota Perhimpunan juga menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif BAKUMSU (2009 s/d sekarang). Alumni Diplomacy Training Program For Human Rights Defender, Bangkok, Februari 2003, yang diselenggarakan oleh Faculty of Law, The University of New South Wales, Australia. Sebagai Peneliti lapangan dalam Proyek Riset Sosial Politik “Proses dan Konteks Demokrasi Pasca Orde Baru”, yang diselenggarakan Perkumpulan DEMOS 2003-2005. Alumni Intensive Short Course for Trainers on Human Rights and Democracy, yang diselenggarakan CESASS UGM, University of Oslo, UII Yogyakarta, dan Ford Foundation, Magelang-Yogyakarta, 2008. Bersama J.Anto menulis buku Menolak Menjadi Miskin” Gerakan Perlawanan Rakyat Porsea melawan konspirasi Gurita Indorayon, yang diterbitkan BAKUMSU, 2004. Editor buku Quo Vadis Transisi Demokrasi Indonesia, yang diterbitkan BAKUMSU, 2004. Menjadi kontributor sejumlah buku, antara lain, Spiritualitas Pemberdayaan Rakyat (KSPPM 2003), Membangun Prakarsa Gerakan Rakyat (KSPPM 2008), Perjuangan Perempuan keluar dari Tabir (YAPIDI 2009), dan Pluralisme di Ujung Tanduk (DEMOS 2011).Aktif menulis artikel pada surat kabar nasional seperti Kompas, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Seputar Indonesia (Sindo), Batak Pos, Inforial Majalah TEMPO, dan juga di koran lokal seperti Sumut Pos, Analisa, dan Medan Bisnis, serta media online lainnya.
J. Anto, lahir di Purwokerto, Jawa Tengah 13 April 1964, alumni FKIP Pendidikan dunia usaha Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga tahun 1990. Menjadi wartawan dan redaktur majalah Tiara Jakarta tahun 1991-1993 dan koresponden majalah D&R tahun 1998-1999 untuk liputan Sumatera Utara. Beberapa tulisannya dalam buku Limbah Pers di Danau Toba, Media Pers Menghadapi Gurita Indorayon (2001), Membangun Peradaban Bersama Masyarakat Marjinal (2003), Menolak Menjadi Miskin, Gerakan Rakyat Porsea Melayan Konspirasi Gurita Indorayon (2004), Labirin Politik, Perempuan Sumut Menapak Belantara Politik (2004), Pers bebas Tapi Dilibas (2005), Jurnalisme Anti Toleransi (2003), Cuplikan Sejarah Gerakan Perempuan Sumut (2010). Aktif menulis di surat kabar lokal, khusunya koran ANALISA Medan. Kini menjabat sebagai Direktur Eksekutif KIPPAS (Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera).