Maka tidak heran, nuansa pendidikan kita sangat kompetitif, saling mengalahkan, juga saling mengeksploitasi. Institusi pendidikan dipenuhi motivasi dan ambisi berburu keuntungan yang terwadahi sistem pasar bebas. Begitulah kondisi pendidikan hari ini, kering makna, dan minim sumbangsih bagi kemajuan peradaban manusia modern yang gila kuasa.
Buku ini hadir untuk menggugat modernitas pendidikan. Karya ini disusun sistematis dan sederhana sehingga mudah dimengerti. Kata-katanya unik, dibumbui satire dan sesekali sarkas, seperti judul bab “Pedagogi Kaum Terkunci”, “Kanibalisasi Pendidikan”, “Pendidikan yang Hampa”, “Intelektual Terkunci dalam Brankas Modernitas”, “Literasi Dunia Hitam dan Zombie Pendidikan”. Kiranya buku ini berguna bagi setiap insan yang bergerak di dunia pendidikan, baik guru, dosen, pemerintah, maupun kelompok masyarakat yang peduli pada hidup matinya dunia pendidikan.
Dr. Ardhie Raditya, Sosiolog pendidikan kritis dan kajian budaya di Prodi Sosiologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Gelar sarjananya diraih di Prodi Sosiologi Unej dengan menyelesaikan tugas akhirnya bertema kekerasan pendidikan. Gelar masternya diraihnya dari Pascasarjana Sosiologi UGM dengan tugas akhirnya bertema genealogi jagoan lokal di Madura Timur. Pada tahun 2020, dia menyelesaikan studi doktoralnya di Prodi KBM (Kajian Budaya dan Media) di Sekolah Pascasarjana UGM dengan konsentrasi globalisasi, lokalisasi, budaya anak muda, dan musik populer.
Menulis, meneliti, dan mengajar mata kuliah yang tidak jauh dari tema kajian budaya dan pendidikan. Di dalam kampus, dia sering mengampu mata kuliah Sosiologi Pengetahuan, Sosiologi Pendidikan, Pendidikan Kritis, Sosiologi Kurikulum, dan Kajian Budaya. Selama di luar kampus, dia gemar meneliti dan menulis di jurnal mengenai musik subkultur, budaya anak muda, tubuh, kajian budaya pendidikan, dan Madura Populer dengan biaya mandiri. Beberapa buku yang pernah ‘dilahirkannya’ adalah Tafsir Konflik dan Kekerasan (2010), Sosiologi Tubuh (2014), Arena Pengetahuan (editor, 2014), dan Pendidikan Anti Pendidikan (2016). Gemar menulis gagasan kritis di media massa, seperti Jawa Pos, Kompas, Kedaulatan Rakyat, Solopos, Suara Merdeka, dan lain sebagainya.