Aku dan Hadi terpaksa menikah karena dijodohkan. Orang tuaku dan orang tua Hadi telah lama bersahabat. Tanpa kami ketahui, ternyata mereka telah menjodohkan kami jauh hari saat aku dan Hadi masih remaja. Setelah kami menyelesaikan pendidikan dan Hadi telah mapan, akhirnya pembahasan tentang perjodohan itu pun dibuka. Acara lamaran dan pernikahan akan segera dilangsungkan.
Bukan aku tidak menolak, tetapi apa yang bisa kuperbuat? Apalagi membayangkan Azzam yang sedang berada di Turki. Kami telah berjanji untuk saling setia menanti, apa pun yang terjadi tidak boleh seorang pun menduakan hati. Di lain sisi, Umi harus beberapa kali bertemu dengan jarum infus di rumah sakit. Tekanan darahnya menjadi tinggi karena penolakan yang berulang kali kugencarkan. Melihat kondisinya terbaring tak berdaya, aku pun mencoba untuk menepiskan ego yang meraja, berusaha untuk legowo, menerima pilihan orang tua untuk menikah dengan calon yang mereka berikan. Lelaki yang sama sekali belum pernah kutemui, karena menurut cerita umi dia menghabiskan masa lajang di luar negeri. Jangankan bertegur sapa, namanya saja baru kuketahui beberapa hari sebelum kami menikah.
"Aku mau menikah dengan Tiara." Hadi berujar acuh tanpa melihat ke arahku.