AL HIKAM: Mutiara Hikmah Ibnu Athaillah

· Tanwir Media Publisher
4,6
61 recensións
Libro electrónico
243
Páxinas
As valoracións e as recensións non están verificadas  Máis información

Acerca deste libro electrónico

Salah satu karya sastra klasik terbaik adalah buku Al-Hikam karangan Ibn Atha’illah al-Iskandari. Al-Hikam sendiri adalah satu kitab yang memuat untaian kata-kata mutiara, terdapat ratusan kata kata indah di dalam buku ini; ada yang singkat padat ada pula yang panjang beruntai.

Al-Hikam merupakan mutiara-mutiara cemerlang untuk meningkatkan kesadaran spiritual, tidak hanya bagi para salik dan murid-murid tasawuf, tapi juga untuk umumnya para peminat olah batin. Untaian mutiaranya telah memesona jutaan hamba pencari keindahan Sang Maha Indah.

K.H. A. Mustofa Bisri


Hidup akan diliputi kegamangan bila kita tak tahu apa tujuan hidup kita. Dalam buku ini, Anda diajak menyelami al-Hikam—hikmah-hikmah Ibnu Athaillah—agar hidup Anda tidak saja terarah dan bermakna, tapi juga tenteram dan indah!

Al-Hikam menyediakan arahan kepada kaum beriman untuk berjalan menuju Allah, lengkap dengan rambu-rambu, peringatan, dorongan, dan penggambaran keadaan, tahapan, serta kedudukan rohani. 

Al-Hikam dipandang sebagai kitab kelas berat bukan saja karena struktur kalimatnya yang bersastra tinggi, melainkan juga kedalaman makrifat yang dituturkan lewat kalimat-kalimatnya yang singkat. Ia menjadi kitab yang bahasanya luar biasa indah—kata dan makna saling mendukung, melahirkan ungkapan-ungkapan yang menggetarkan. 


* * *

Al-Hikam memberikan bimbingan agar kita sampai ke puncak kemenangan. Dengan bersandar pada Al-Quran dan sunnah, buku ini bagaikan pelita yang menerangi setiap salik (penempuh jalan spiritual) saat banyak aral di setiap tikungan jalan sehingga bisa selamat sampai tujuan.

K.H. Masyhuri Baedlowi MA, Pengasuh Pesantren Darussalam, Indramayu

Selain sangat populer di dunia Islam selama berabad-abad, Al-Hikam juga menjadi bacaan utama di hampir seluruh pesantren di Nusantara. Isinya selalu sesuai dengan keadaan zaman. Kitab ini tetap perlu dibaca dan dikaji kaum muslim hingga hari kiamat. Lebih-lebih dewasa ini, ketika kian banyak kegersangan hati kepada Sang Pencipta.

REPUBLIKA

“Tuhanku, keluarkanlah aku dari kerendahan diriku dan bersihkan aku dari keraguan dan syirik sebelum masuk ke lubang kuburku. Hanya kepada-Mu aku meminta bantuan maka bantulah aku. Kepada-Mu aku berserah diri maka jangan beratkan bebanku. Kepada-Mu aku memohon maka jangan Kau kecewakan. Pada karunia-Mu aku berharap maka jangan Kau tolak. Kepada-Mu aku mendekat maka jangan Kau jauhi. Di pintu-Mu aku berdiri maka jangan Kau usir.”

 

Segera miliki buku klasik ini…


#alhikam, #hikam_athoillah, #alhikam_ibnu_athoillah,

Valoracións e recensións

4,6
61 recensións

Acerca do autor

Ibnu Athaillah merupakan ulama tasawuf yang lahir di kota Iskandariah (Alexandria), Mesir, dan wafat pada 1309 M.  Ia dikenal sebagai tokoh ketiga dalam tarekat syadziliyah, satu tarekat kesufian yang didirikan oleh Syekh Abu Hasan asy-Syadzili. Selain itu, ia dikenal pula sebagai pengajar di Al-Azhar, ahli hadis, dan ahli fikih Mazhab Maliki. Ia dikenal sebagai ulama yang produktif berkarya. Banyak sekali karyanya yang masih bisa kita jumpai sampai sekarang, meski yang paling populer adalah Al-Hikam ini.

Ayah beliau termasuk semasa dengan Syaikh Abu al-Hasan al-Syadili -pendiri Thariqah al-Syadzil iyyah-sebagaimana diceritakan Ibnu Atho’ dalam kitabnya “Lathoiful Minan “ : “Ayahku bercerita kepadaku, suatu ketika aku menghadap Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili, lalu aku mendengar beliau mengatakan: “Demi Allah… kalian telah menanyai aku tentang suatu masalah yang tidak aku ketahui jawabannya, lalu aku temukan jawabannya tertulis pada pena, tikar dan dinding”.

Keluarga Ibnu Atha’ adalah keluarga yang terdidik dalam lingkungan agama, kakek dari jalur nasab ayah beliau adalah seorang ulama fiqih pada masanya. Tajuddin remaja sudah belajar pada ulama tingkat tinggi di Iskandariah seperti al-Faqih Nasiruddin al-Mimbar al-Judzami. Kota Iskandariah pada masa Ibnu Atho’ memang salah satu kota ilmu di semenanjung Mesir, karena Iskandariah banyak dihiasi oleh banyak ulama dalam bidang fiqih, hadits, usul, dan ilmu-ilmu bahasa arab, tentu saja juga memuat banyak tokoh-tokoh tashawwuf dan para Auliya’ Sholihin.

Oleh karena itu tidak mengherankan bila Ibnu Atho’illah tumbuh sebagai seorang faqih, sebagaimana harapan dari kakeknya. Namun kefaqihannya terus berlanjut sampai pada tingkatan tasawuf. Hal mana membuat kakeknya secara terang¬terangan tidak menyukainya.

Ibnu Atho’ menceritakan dalam kitabnya “Lathoiful minan” : Bahwa kakek belau adalah seorang yang tidak setuju dengan tasawwuf, tapi mereka sabar akan serangan dari sang kakek. Di sinilah guru Ibnu Atho’ yaitu Syaikh Abul Abbas al-Mursy mengatakan: “Kalau anak dari seorang alim fiqih Iskandariah (Ibnu Atho’illah) datang ke sini, tolong beritahu aku”, dan ketika aku datang, al-Mursi mengatakan: “Malaikat jibril telah datang kepada Nabi bersama dengan malaikat penjaga gunung ketika orang Quraisy tidak percaya pada Nabi. Malaikat penjaga gunung lalu menyalami Nabi dan mengatakan: ” Wahai Muhammad.. kalau engkau mau, maka aku akan timpakan dua gunung pada mereka”. Dengan bijak Nabi mengatakan : ” Tidak… aku mengharap agar kelak akan keluar orang-orang yang bertauhid dan tidak musyrik dari mereka”.

Begitu juga, kita harus sabar akan sikap kakek yang alim fiqih (kakek Ibnu Atho’illah) demi orang yang alim fiqih ini”.
Pada akhirnya Ibn Atho’ memang lebih terkenal sebagai seorang sufi besar. Namun menarik juga perjalanan hidupnya, dari didikan yang murni fiqh sampai bisa memadukan fiqh dan tasawuf.

Ibnu Atho’illah sepeninggal gurunya Abu al-Abbas al-Mursi tahum 686 H, menjadi penggantinya dalam mengembangkan Tariqah Syadziliah. Tugas ini beliau emban di samping tugas mengajar di kota Iskandariah. Maka ketika pindah ke Kairo, beliau bertugas mengajar dan ceramah di Masjid al-Azhar.

Ibnu Hajar berkata: “Syaikh Ibnu Atho’illah berceramah di Al- Azhar dengan tema yang menenangkan hati dan memadukan perkatan-perkatan orang kebanyakan dengan riwayat-riwayat dari salafus soleh, juga berbagai macam ilmu. Maka tidak heran kalau pengikutnya berjubel dan beliau menjadi simbol kebaikan”. Hal senada diucapkan oleh Ibnu Tagri Baradi : “Ibnu Atho’illah adalah orang yang sholeh, berbicara di atas kursi Azhar, dan dihadiri oleh hadirin yang banyak sekali. Ceramahnya sangat mengena dalam hati. Dia mempunyai pengetahuan yang dalam akan perkataan ahli hakekat dan orang orang ahli tariqah”. Termasuk tempat mengajar beliau adalah Madrasah al-Mansuriah di Hay al-Shoghoh. Beliau mempunyai banyak anak didik yang menjadi seorang ahli fiqih dan tasawwuf, seperti Imam Taqiyyuddin al-Subki, ayah Tajuddin al-Subki, pengarang kitab “Tobaqoh al-syafi’iyyah al-Kubro”.
Sebagai seorang sufi yang alim Syaikh  Ibn Atho’ meninggalkan karangan sebanyak 22 kitab lebih. Mulai dari sastra, tasawuf, fiqh, nahwu, mantiq, falsafah sampai khitobah.

Al-Hikam ini adalah salah satu karya sastra yang monumental dan merupakan hasil perenungan mendalam Ibn Atha’illah terhadap dua sumber utama Islam; al-Qur’an dan as-Sunnah.

Valora este libro electrónico

Dános a túa opinión.

Información de lectura

Smartphones e tabletas
Instala a aplicación Google Play Libros para Android e iPad/iPhone. Sincronízase automaticamente coa túa conta e permíteche ler contido en liña ou sen conexión desde calquera lugar.
Portátiles e ordenadores de escritorio
Podes escoitar os audiolibros comprados en Google Play a través do navegador web do ordenador.
Lectores de libros electrónicos e outros dispositivos
Para ler contido en dispositivos de tinta electrónica, como os lectores de libros electrónicos Kobo, é necesario descargar un ficheiro e transferilo ao dispositivo. Sigue as instrucións detalladas do Centro de Axuda para transferir ficheiros a lectores electrónicos admitidos.