PASAL satu Undang-Undang Lelaki Sejati, berbunyi: bila berpasangan, harus dengan perempuan. Inilah sejatinya laki-laki yang dipahami keluarga kami.

Tidak seorang pun di keluarga yang melihat Mikhael pada masa kecilnya, akan berpikir anak itu bisa tumbuh menjadi seutuhnya laki-laki. Kepribadian dan pembawaannya tidak selaras dengan pasal dua, tiga, dan seterusnya. Pasal satu seakan mustahil.

Sedikit yang tahu Mikhael pernah berciuman panas dengan seorang perempuan pada pertengahan 2002. Saat itu, dia pulang kampung sebagai mahasiswa tingkat akhir Teknik Perminyakan. Dan Meta, perempuan itu, calon istri orang.

"Dari mana kautahu?" tanya Mikhael, abangku itu, pada suatu kesempatan kumpul keluarga tahun 2014. "Ardo? Om?" Kepalanya mengedik pada keduanya.

Aku menggeleng. "Istri kau, Bang,"

Dia menyeringai lebar.

"Memang ngilu begitu tahu perempuan itu calon istri orang," ujar Om Sam. "Tapi ada leganya juga, setidaknya dia tulen laki-laki. Yah, walau miskin humor, sih. Laki-laki harus punya selera humor yang lentur. Ini bunyi pasal sebelas."

Om Sam dan Bang Ardo melanjutkan beberapa hal tentang kisah itu dari kacamata masing-masing, lalu tertawa-tawa. Yah, terasa biasa, hanya tentang manusia yang nalurinya acapkali menang melawan aturan.

Diam-diam aku tahu, tidak demikian rasanya bagi Bang Mikha. Kisah itu serupa hujan yang tak kunjung reda selama bertahun-tahun, menenggelamkan Sachio, satu-satunya perempuan yang pernah dicintainya.